Dia
berjongkok di bawah tembok belakang rumah pedagang buah di kampung itu. Kepalanya
menoleh ke kiri dan kanan,dia meyakinkan dirinya bahwa tidak ada orang yang
melihatnya. Mulutnya komat-kamit melafalkan mantera-mantera. Perlahan-lahan
tangannya mengeluarkan pasir dari sebuah kantong. Setelah itu, dengan berjalan
tenang ditaburkannya pasir yang dia ambil dari kuburan, yang telah di isi oleh gurunya, ke sekeliling rumah
tersebut.
Malam
semakin larut, bulan pada posisi tanggal tua, tidak terdengar suara
binatang-binatang malam. Semuanya terlelap menikmati buaian mimpi.
Hap....meloncatlah
dia keatas tembok setinggi hampir dua meter. Ilmu meringankan tubuhnya masih
bekerja dengan baik.
“Semua
lelap, jendela tak berteralis. Ah empuk, hanya sekali congkel dengan obeng.” Terdengar
bisikan di telinga kirinya.
“Eits,
tunggu. Ini terlalu mudah. Kamu sudah masuk ke 99 rumah dan mencuri tanpa
pernah tertangkap. Sebagian besar rumah yang kamu masuki adalah rumah dengan
keamanan maksimum. Apa kamu tidak merasa malu, masuk rumah yang tingkat
keamanannya sangat minimum?” Bisikan di telingan kanannya.
“Ini
bukanlah masalah mudah atau tidak mudah, bukan pula masalah reputasi. Ini
semata-mata karena aku sangat butuh uang segera....untuk taruhan bola.”
Diambilnya
obeng yang biasa dia pakai untuk menjalankan aksinya. Dia masukkan ke sela-sela
daun jendela dan kusen. Krakkkk...dengan sekali tarikan terbukalah jendela
tersebut.
Perlalahan,
dia melangkahkan kaki melewati jendela itu. Meskipun dia biasa bekerja tanpa
penerangan, tapi kali ini dia merasa lain. Matanya bekerja agak keras untuk untuk
bisa menemukan lokasi disimpannya uang dan barang berharga lainya.
“Kaki
ku kenapa ini, berat banget.”
Ditengah
kegelapan itu, dia seperti melihat bayangan orang tua dengan memakai blangkon
duduk bersila tepat lurus dihadapannya. Segera saja instingnya memerintahkan
dia untuk berlari secepat-cepatnya keluar rumah tersebut.
***
Adzan
subuh mulai terdengar dari beberapa langgar. Orang-orang pun sudah banyak yang
bangun, ada yang ke langgar, ada yang kesawah, ada yang ke pasar.
“Hei,
lihat...diatas pagarnya Cak Kempong kok ada orang sedang lari ditempat.”
“Ho
oh....keringatnya segede grontol, Kang.”
“Wah,
itu pasti maling yang gak bisa keluar dari rumahnya Cak Kempong, Yu.”
Tiba-tiba
ada yang berteriak, “Godong kelor-godong kelor......Bakarrrrrrr..........”
Saya
Arif Wibowo, selamat berpuasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar