“Kita
belum ke Kang Suraji lo Yah.” Kata istri saya.
Salah
satu tradisi lebaran adalah bersilaturahmi ke sanak famili. Setelah pagi tadi
sehabis sholat Ied, kita bersilaturahmi ke tetangga kiri kanan rumah, maka
siang ini giliran Kami bersilaturahmi ke sanak famili di luar kampung.
Segera
saja Saya, Istri, dan dua pasukan saya dengan menaiki Taruna menuju rumah Kang
Suraji yang berada kurang lebih 10 km arah Utara dari dari rumah kami.
“Assalamu’alaikum....Assalamu’alaikum..”
Tak
terdengar jawaban dari dalam rumah.
Beberapa
saat kemudian.
“Wa’alaikum
salam...ayo masuk, ayo masuk Le.”
Kami
pun dipersilakan masuk oleh Kang Suraji. Dipanggilnya istri dan anak-anak Kang Suraji.
“Ngaturaken
sugeng riyadi, sedaya kalepatan nyuwun pangapunten, Kang, Mbak Yu.”
“Podo-podo
Le, semono uga aku. Wong tuwo akeh lupute.”
Kang
Suraji ini adalah anak dari almarhumah bude nya istri saya. Usianya kira-kira
55 an tahun, orang nya kecil, pekerjaannya tukang becak di Pasar Turen. Secara
nasab dan umur, hirarki Kang Suraji memang diatas hirarki istri saya. Sehingga
istri saya memanggil dia dengan embel-embel Kang.
![]() |
Photo : Abenk's doc. |
Menurut
cerita istri saya, dulu pada waktu mendiang ayah dan ibunya istri saya masih
hidup, dan anak-anak Kang Suraji masih empat ( sekarang sudah sepuluh ), tiap
lebaran mereka pasti ke rumah. Kang Suraji dan istrinya berboncengan sepeda
pancal, keempat anaknya mengendarai dua sepeda mini saling berboncengan
dua-dua.
Waktu
mudanya Kang Suraji ini sering bepergian ke beberapa pesantren dengan sepedanya
untuk mencari ilmu agama.
Kang
Suraji pun menceritakan salah satu pengalamanya.
“Pada
suatu sore aku pernah bersepeda lewat Batu. Jalannya kan berbelok belok dan
naik turun, karena gak kuat, sepeda aku tuntun. Dibelakang aku lihat ada truk
yang mau lewat. Wah, kebetulan ini bisa nunut. Aku cegat truk tersebut, aku
bilang mau nunut. La kok truk tersebut bablas saja. Ya sudah, aku lanjutkan
bersepadanya dengan pelan-pelan.”
Beberapa
waktu kemudian, aku lihat truk tadi berhenti di tengah jalan. Sopirnya
clingak-clinguk kebingungan.
“Ada
apa mas, kok berhenti di tengah jalan?”
“Gak
tau mas, tau-tau berhenti sendiri.”
“Coba
sampeyan starter lagi.”
Jrengggg......
“Mas,
monggo bareng saya . Sepedanya taruh belakang mas.” Kata sopir truk tersebut
dengan senangya.
“Sampeyan
hebat Kang, sampeyan apakan mobil e kok
bisa nyala mesin e?” tanya istri saya.
“Cuman
tak pegang, sambil tak bacain Sholawat. La kok kersaning Gusti Allah nyala
mesin e.”
***
Hmmmm,
sering kita tertipu dengan penampilan. Penampilan biasa, lusuh, tukang becak,
tapi ilmu agamanya tinggi.
Saya
Arif Wibowo, lusuh, biasa, buruh, tapi ilmu agamanya tetep cekak..duhhhh
Gustiiii....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar