Setelah sholat Isya’, anak-anak, remaja, ibu-ibu, bapak-bapak
berbondong-bondong menuju kampung Setono. Ada yang membawa sangu kacang godog,
kacang goreng, permen, krupuk, ledre, temu lawak, air putih, dan lain
sebagainya.
“Pertunjukkan Selasa Kliwon bulan kemarin lihat gak? Ngeri. Aku sampai gak
berani pulang sendiri.” Kata Tunang.
“Kata teman-teman juga begitu, ngeri. Terus kamu pulang
sama siapa?” Tanya Sukir.
“Untungnya Lik Kosim lewat, meskipun jalannya nggliyeng dan mulutnya bau ciu tapi Lik
Kosim masih berbaik hati mbarengi
saya sampai di depan gang. Dari situ saya lari sekencang-kencangnya pulang ke
rumah.”
***
Orang-orang sudah mengelilingi Latar Jembar, ditengah-tengah Latar Jembar
tergeletak sebuah peti mati berwarna putih. Pak Pardi duduk didekat peti
tersebut. Rambutnya sudah mulai memutih, keriput kulitnya jelas terlihat. Malam
itu Pak Pardi memakai celana gombrong tiga perempat warna hitam, tanpa memakai
baju atau kaos.
“Selamat malam adik-adik, ibu-ibu, bapak-bapak.
Terimakasih sudah datang di Latar Jembar ini untuk menyaksikan pertunjukkan bulanan
Pak Pardi. Meskipun malam ini bulan tidak terlihat di langit, tapi malam ini adalah
malam spesial. Hari ini bertepatan dengan ulang tahun Pak Pardi yang ke 69. Malam ini Pak Pardi akan menyuguhkan
pertunjukkan yang spesial pula!” Pembawa acara, Mas Oyik, yang merupakan anak
Pak Pardi sudah membuka acara.
***
Tibalah saatnya Pak Pardi untuk tampil.
“Wuihhh.....banyak banget ular di dalam peti itu.” Kata
Tunang.
“Ada phiton! ....eh, ada cobra nya juga!” Teriak Sukir.
Tangan Pak Pardi diborgol, kepalanya ditutup kain. Mas
Oyik menuntun Pak Pardi ke dekat peti yang berisi ular tersebut.
Gludukk..gludukk...gludukkkk....
Tiba-tiba, mak bressss....
Para penontonpun berlarian mencari tempat berteduh. Tak
terkecuali Mas Oyik, menuntun Pak Pardi masuk ke rumah untuk berteduh.
"Ulone Pak Pardi uculll, ulone Pak Pardi uculll......" Teriak ibu-ibu ketakutan.
"Ulo ku..ulo kuuu....."
Malam itu Pak Pardi harus bekerja keras untuk menangkap ular-ularnya yang lari ke alam bebas dibantu bapak-bapak. Dan para ibu berebutan beli garam di warung Mbak Manis, untuk ditaburkan disekeliling rumah mereka.
Saya Arif Wibowo, mohon maaf untuk teman-teman yang namanya saya catut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar