Hari yang aku tunggu-tunggu pun tiba. Jumat malam.
Perasaanku membuncah, ingin segera bertemu keluarga kecilku. Berbagai macam
rencana mengisi hari Sabtu dan Minggu bersama anak-anak, berkelebat di benakku.
Stasiun Beos pun ramai, penuh dengan orang-orang seperti
aku, yang tinggal di pinggiran Ibu Kota tapi menumpang mencari nafkah di Ibu Kota. Jam di
stasiun itu menunjukkan pukul 19.45, kira-kira lima belas menit lagi KRL akan
berangkat, mengangkut kami para pekerja urban menuju rumah kami di pinggiran Ibu
Kota.
Aku lempar pandanganku ke seluruh ruangan gerbong. Mungkin
ada tiga kali aku mengabadikan dengan kamera kesayanganku, wajah-wajah letih yang berdesak-desakkan diatas
KRL. “Lumayan buat hiburan,” pikirku.
"Loh, kok bisa jatuh?.... Di mana jatuhnya Mbak? ....Apanya
yang berdarah Mbak?”
Tiba-tiba terdengar suara seorang ibu muda yang berdiri lima
langkah di depanku, sedang berbicara dengan seseorang melalui smartphone nya.
“Mbak, tolong si Dedek kakinya di kompres pakai es ya. ...Dedek
mana?....Dek, tunggu mama ya, sebentar lagi keretanya berangkat kok. Jangan
nangis ya Dek......Iya, iya, sebentar lagi mama sampai. Sabar ya Dek...”
Bolak-balik ibu muda itu melihat arloji di tangan kanannya,
kedua tangannya di kepalkannya di depan dada sambil menggigit bibir.
“Kok gak berangkat-beragkat
sih kereta ini?” tanya ibu muda itu.
Ting...tong...ting...tong...teng..teng..teng..teng.
“Pengumuman,
kepada seluruh penumpang KRL.....”
“Apa, ditunda?!” Beberapa
orang hampir bersamaan mengucapkan kata tersebut.
Ibu muda itu pun lemas,
duduk di lantai kereta, tangannya merangkul ke dua lututnya, kepalanya
ditundukkan hampir masuk diantara ke dua lututnya, air matanya mengalir.
“Yang kuat ya Dek,....yang
kuat ya Dek,....Maafkan mama Dek.” Kata ibu muda itu lirih.
***
Thanks to Amran Hendriansyah "AbenK" untuk fotonya yang menginspirasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar