Sekarang lagi ngetrend hal-hal yang berbau tempoe
doeloe. Sampai ada banyak event yang mengambil tema “tempoe doloe”.
Mulai dari jajanan, pakaian, produk, gaya hidup,
bahasa, pokoknya semuanya diusahakan kembali ke tempoe doeloe.
Padahal tempoe doeloe itu jaman susah lo. Saya yakin
orang-orang yang sok bergaya tempoe doeloe kalo kita masukkan ke mesin “time
tunnel” ke era Orde Lama saja, pasti akan bilang “gakk kuaatt”.
Ngomong-oomong tentang tempoe doeloe, ada salah satu makanan
tempoe doeloe yang menjadi favorit di keluarga besar kami, yang terdiri dari
tujuh bersaudara. Setahu saya, makanan tersebut hanya ada di lingkungan
keluarga kami. Saya belum pernah menemui menu makanan tersebut di resto-resto
terkenal mapun warung-warung gak terkenal.
Saya juga tidak tahu pasti, apakah makanan tersebut
asli karya Sibu, atau mungkin Sibu mendapat ilmu memasak makanan tersebut dari
para leluhur Sibu. Wallahu’alam bisshowab.
Nama makanan tersebut adalah Ndhog So.
Yaitu daun blinjo atau bahasa jawanya godhong so, dirajang kecil-kecil,
kemudian di ublek atau di blending
dengan telur ayam. Dan terakhir adalah di goreng. Setelah digoreng, hasilnya
adalah telor yang tebal dengan diameter yang lebih gede. Yang bisa dibagi untuk
semua keluarga.
Dulu pada waktu kecil saya pernah berpikir, mengapa
Sibu tidak pernah membuat telur ceplok untuk sarapan atau lauk anak-anaknya. Tapi
pertanyaan tersebut tidak pernah terucap, kalah dengan lezatnya ndhog so.
Baru setelah dewasa ini saya menemukan jawaban atas
pertanyaan tersebut. Menurut saya tindakan Sibu tersebut merupakan tindakan
seorang yang brillyan. Dengan membuat ndhog
so tersebut Sibu telah mengajarkan kepada kami tentang prinsip dasar sebuah
keluarga , yaitu One For All and All For One.
Dan pelajaran yang kedua dari tindakan Sibu tersebut
adalah sesuai dengan prinsip dasar ekonomi, dengan biaya serendah-rendahnya
untuk mendapatkan kepuasan sebesar-besarnya. Dengan hanya bermodal satu telor
yang diambil dari petarangan dan beberapa lembar godhong so yang diambil dari
pohon blinjo di halaman depan rumah, Sibu sudah bisa membuat lauk yang bisa
dinikmati seluruh keluarga. Benar-benar brillyan.
Saya yakin tiap keluarga yang pernah hidup di jaman
tempoe doeloe, sekarang, maupun nanti pasti punya suatu icon kenangan yang akan jadi pengingat bahwa mereka
pernah hidup bersama dalam suatu rumah.
Meskipun sekarang kami berpencar mencari jalan sendiri-sendiri, Ndhog So made in almarhumah Sibu akan selalu
jadi kenangan kami bertujuh.
Artikel terkait :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar