Kaubilang pelangi akan datang selepas hujan?
Kau bohong, buktinya hujan malam ini dia tak datang.
Kaubilang kau akan datang malam ini?
Kau bohong, padahal aku basah kuyup menunggumu di taman ( Andi Eksak )
Kau bohong, buktinya hujan malam ini dia tak datang.
Kaubilang kau akan datang malam ini?
Kau bohong, padahal aku basah kuyup menunggumu di taman ( Andi Eksak )
Kata orang, hari Rabu adalah hari paling
produktif. Hari Rabu berada di pertengahan minggu. Pada hari Rabu tersebut para
pekerja sudah running melewati hari Senin
dan Selasa, dan mereka bersemangat untuk menyongsong harapan baru di akhir
pekan. Bahkan untuk menunjukkan betapa produktifnya hari Rabu tersebut, ada
pepatah yang mengatakan “Belilah barang, produk hari Rabu.”
Demikian juga dengan Slamet, seorang pegawai middle level di sebuah perusahaan
Pengerah Jasa Tenaga Kerja yang kantornya begitu megah, terletak di jantung ibu
kota.
Hari Rabu jam delapan pagi, Slamet sudah setor jari manis kanan ke mesin finger print. Wajahnya sumringah, senyumnya selalu terkembang memperlihatkan deretan gigi
bagian atas yang sedikit maju ke depan, warnanya campuran antara putih, coklat,
dan kuning. Setiap orang yang bertemu dengannya selalu disapa duluan.
Dengan langkah tegap, Slamet berjalan menuju meja
kerjanya yang berbentuk kubikel. Pertama-tama yang dilakukannya adalah membuat
secangkir kopi pahit, untuk menemaninya bekerja seharian penuh ini.
“Wuih, Pak Slamet ceria banget pagi ini,” kata
Palupi, salah seorang stafnya ketika bertemu di pantry.
“Mosok sih Lup? Perasaan seperti kemarin,
biasa-biasa saja.”
“Oh iya Pak, kabarnya Mbak Ajeng bagaimana Pak?”
***
Ajeng adalah pacar Slamet. Mereka berdua bertemu
di PJTKI tempat Slamet bekerja. Pada saat itu Ajeng sedang mendaftar menjadi
Buruh Migran Indonesia sebagai pembantu rumah tangga di Hong Kong, dan Slamet
yang menerima berkas pendaftaran dari Ajeng.
Slamet tertarik kepada Ajeng karena menurutnya
Ajeng orangnya lugu, nurut, dan lucu. Pada waktu Ajeng berada di tempat
penampungan, Slamet selalu berkunjung ke situ. Slamet selalu membawakan oleh –
oleh buat Ajeng. Slamet pun pernah bertemu dengan ke dua orang tua Ajeng. Pada
waktu itu ke dua orang tua Ajeng datang dari Bekasi untuk menengok Ajeng
sebelum Ajeng berangkat ke Hong Kong.
Saat ini Ajeng sudah berada di Hong Kong memasuki
tahun ke lima. Sebenarnya Slamet sudah meminta Ajeng untuk menjadi istrinya,
dan berhenti menjadi Buruh Migran Indonesia.
Tapi Ajeng meminta waktu satu tahun
lagi, karena orang tuanya masih sangat membutuhkan bantuan Ajeng untuk melunasi
utang-utang mereka.
***
“Uh, eh, baik. Insha Allah bulan depan pulang,
dan menetap di sini. Doakan saja rencana pernikahan kita lancar.”
“Aamiin. Kita semua ikut senang kalau Mbak Ajeng menikah sama Pak Slamet.”
Slamet kembali ke meja kerjanya. Dinyalakannya
komputernya.
Ting, ting....
Terdengar bunyi notifikasi email. Sebuah surat
elektronik dari pengirim ajeng@gmail.com masuk ke email Slamet.
Assalamualaikum wr wb
Mas Slamet yang keren, apa kabarnya? Mudah-mudahan sehat dan
tambah ganteng. Sebelumnya, Ajeng minta maaf sebesar-besarnya. Ajeng bingung
Mas, antara berbakti kepada orang tua atau menepati janji Ajeng kembali ke
Indonesia dan menikah dengan Mas Slamet.
Kemarin Bapak telpon, minta uang buat membayar utang ke Haji
Kodir yang semakin lama semakin besar. Terus majikanku yang sekarang, mengajak
aku menikah dengannya karena istri majikanku terkena stroke sudah lama.
Mas, maafkan aku kalau aku memilih menikah dengan majikanku
agar utang-utang Bapak bisa aku lunasi.
Wassalamualaikum wr wb.
Krompyang......
Slamet berlari menembus kaca menuruni pelangi.
Flash Fiksi 500 kata memenuhi prompt #73 di Monday Flash Fiction
Foto hasil jepretan dari Slamet Rianto Tobey
Tidak ada komentar:
Posting Komentar