Selamat malam.
( Tulisan ini saya
buat di malam hari, setelah pulang kerja. Kalau sampeyan bacanya pagi hari atau
siang hari, ya sampeyan ganti saja kata malam dengan pagi atau siang )
Sembari saya mendengarkan lagu – lagu yang dibawakan oleh
Bubugiri yang saya download dari BB butut saya via m.vuclip.com. Eh, ada yang
tahu Bubugiri gak? Group ini terdiri dari seorang vokalis cewek dengan ukuran
XL dan seorang cowok yang mengiringi dengan sebuah gitar akustik. Mereka
biasanya manggung di kafe – kafe. Mereka itu yang menyanyikan soundtrack film
Sokola Rimba. Belum tahu juga? Ya sudah, silahkan tanya Mbah Gugel saja kalau
begitu.
Hari – hari ini saya, saya menggunakan kata “saya” karena
mewakili diri saya sendiri, disuguhi berbagai macam berita dan peristiwa yang
nano – nano. Berbagai macam rasa jadi satu. Tentu yang paling banyak porsinya
adalah masalah perseteruan KPK dengan Polri. Menurut data intelejen saya, awal
tidak akurnya KPK – Polri dimulai sejak KPK menetapkan Pak Budi Gunawan sebagai
tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi tanggal 13 Januari 2015. Padahal
tiga hari sebelumnya Pak Jokowi telah mengumumkan Pak Budi Gunawan sebagai
calon tunggal Kapolri.
Kemudian Polri “membalas” dengan menangkap Pak Bambang
Widjojanto pada tanggal 23 Januari 2015 dengan tuduhan pemberian keterangan
palsu di Mahkamah Konstitusi. Sudah tiga minggu kasus ini tidak menemukan titik
terang, sudah banyak sumbang saran dari pakar, dari mulai yang bener – bener pakar
sampai pakar abal – abal. Pak Habibie dan Pak Prabowo pun sudah dimintai
sarannya. Tinggal kita tunggu dan kita lihat eksekusi dari Pak Jokowi.
Seperti kata Bang Rhoma, “Kau yang memulai, kau yang
mengakhiri.”
Yang tidak kalah menarik perhatian saya adalah tentang
merebaknya kejahatan di sekitar kita. Tadi saya lihat di tv tentang kasus
perampasan motor yang dilakukan enam orang, korbannya adalah seorang perempuan penjual
sayuran yang baru pulang dari kulakan sayur di pasar. Korban di buang di
sungai, sukur korban tidak di apa – apa kan atau dibunuh. Dua tahun yang lalu
kita mendengar berita seorang perempuan yang mau belanja ke pasar di pagi hari ,
diperkosa oleh beberapa orang yang berpura-pura sebagai penumpang angkot.
Juga kejadian pencurian yang terjadi di kampung saya,
Turen. Ada beberapa rumah yang dimasuki pencuri, termasuk rumah saya.
Alhamdulillah nya, pas saya bangun di pagi hari pencurinya sudah kabur dengan
membawa hasil curian. Takutnya pas saya bangun, pencurinya masih ada di rumah
dan nekat melakukan tindakan bodoh. Menurut saya, hal yang paling menyakitkan
dari kemalingan adalah terinjak –injaknya harga diri kita, tanpa kita bisa
melawan dan pihak – pihak yang seharusnya memberikan perlindungan, ketika dilapori hanya diam.
Saya jadi ingat tentang Petrus di tahun 1983, waktu itu
saya kelas 4 SD. Semua GALI, singkatan dari Gabungan Anak Liar, istilah untuk
preman pada jaman itu pada tiarap. Mereka yang punya tatto di tubuhnya tidak
ada yang berani memperlihatkan tattonya. Karena sebagian besar gali yang di
petruskan mempunyai tatto di tubuhnya. Wolak – walik nya jaman, gambar tatto di
tubuh sekarang menjadi sesuatu yang menurut mereka mempunyai nilai seni, yang
harus dipamerkan kepada khalayak. Memang
sih ada satu, dua orang bertatto yang alim.
Saya tidak tahu apakah setelah peristiwa petrus itu
kejahatan berkurang drastis. Pada masa itu media masa dan media sosial belum
sebebas dan seluas sekarang, sehingga berita – berita kriminal tidak mudah kita
temui seperti sekarang ini. Tapi saya haqqul yakin, efek penggetarnya
pasti sangatlah besar.
Kadang saya berandai – andai ada sekelompok penegak hukum
yang bekerja secara diam – diam dan sistematis memberantas kejahatan dan
memelihara keamanan di lingkungan kita. Saya yakin pasti banyak yang pro dan
kontra.
Yang ingin saya katakan adalah, mbok yao pihak – pihak yang
berselisih paham itu mikir, masih banyak urusan yang seharusnya mereka urus.
Kesampingkanlah ego masing – masing dan rendahkan hati kalian.
Ada sebuah puisi dari Pak Taufik Ismail yang patut
disimak, tentang kerendahan hati.
Kerendahan Hati
Kalau engkau tak mampu menjadi beringin
Yang tegak di puncak bukit
Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik,
Yang tumbuh di tepi danau
Yang tegak di puncak bukit
Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik,
Yang tumbuh di tepi danau
Kalau kamu tak sanggup menjadi
belukar,
Jadilah saja rumput, tetapi rumput yang
Memperkuat tanggul pinggiran jalan
Jadilah saja rumput, tetapi rumput yang
Memperkuat tanggul pinggiran jalan
Kalau engkau tak mampu menjadi jalan
raya
Jadilah saja jalan kecil,
Tetapi jalan setapak yang
Membawa orang ke mata air
Jadilah saja jalan kecil,
Tetapi jalan setapak yang
Membawa orang ke mata air
Tidaklah semua menjadi kapten
Tentu harus ada awak kapalnya….
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi
Rendahnya nilai dirimu
Jadilah saja dirimu….
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri
Tentu harus ada awak kapalnya….
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi
Rendahnya nilai dirimu
Jadilah saja dirimu….
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri
Seiring dengan Bubugiri yang sudah capek bernyanyi terus,
saya akhiri curcol gak jelas malam ini. Sebenarnya masih banyak hal yang mau
saya rumpikan, tapi saya simpan dulu saja buat mbesok – mbesok.
Selamat malam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar