Assalamualaikum
Mi,
Hae, hae, hae.....seminggu sudah aku tak berkirim surat,
seminggu pula umur kita bertambah.
He he he, kamu pasti akan meneriakkan ini, “Pasanganku
jadowellll bangeetttttt.” Ha ha ha, bener kan tebakanku.
Sebenarnya ucapanmu itu malah memperlihatkan kalau
kamu jadowel banget juga, termasuk dalam
angkatan bahagia pemirsa Berpacu Dalam Melodi di TVRI era Bapak Pembangunan,
anggota Fans beratnya Bung Koes Hendratmo. Qiqiqiqiqi. Wis ah gojekannya, aku mau cerita lagi
kelanjutan dari ceritaku minggu lalu. Baca ya..
+++
Suara adzan magrib dari masjid – masjid sepanjang jalan
yang aku lalui menelusup masuk melalui sela – sela jendela bus antar kota yang
melaju kencang menerabas kepadatan jalan.
Wajah – wajah para
pekerja pulang kerja terlihat kuyu, sedikit sekali yang bersapa. Selebihnya
diam, tenggelam asik dengan pikiran mereka masing –masing sambil tangan mereka
memegang benda kecil ajaib yang telah memisahkan mereka dengan teman seperjalanan
mereka.
Menjelang Isyak, bus yang aku tumpangi masuk ke terminal.
Orang – orang pada berebutuan turun, aku menunggu sampai penumpang terakhir
turun. Aku malas berebut turun, pertama karena aku baik hati lebih mendahulukan
kepentingan orang lain dibanding kepentinganku sendiri, kedua karena aku selalu
mengalah dalam berebut turun.
“Ihhh...Nganyelke banget ig”, pasti itu komen mu.
Aku berlari kecil menuju terminal bayangan, tempat dimana
angkutan dalam kota pada ngetem. Aku
lihat angkutan jurusan Gadang masih sepi, baru ada dua orang. Sopir dan seorang
penumpang. Kalau menurut pengalamanku, satu orang penumpang itu adalah combe, atau sebagai pancingan bagi calon
penumpang yang belum naik. Trik kuno.
Tiba – tiba, ada seorang perempuan muda memakai kaos
lengan pendek warna putih, celana tiga per empat warna hitam berjalan mendekati
saya. Raut mukanya ceria, bibirnya selalu tersenyum.
“Mas, terimakasih ya. Sudah mau datang di pesta ulang
tahunku. Kamu tahu gak mas, hari ini aku bahagia banget. Ya Tuhan...terimakasih
atas karuniamu.”
Kedua tangannya ditangkupkan di dada, kepalanya miring ke
kiri kadang ke kanan, kakinya bergerak seperti jalan di tempat. Model ceri bel
banget.
Jiyaannnn, Miiiiii....
Saat itu aku merasa menjadi bintang sinetron remaja yang
lagi digandrungi pemirsa seluruh Indonesia Raya. Ribuan pasang mata melotot iri
kepadaku, ratusan paparazi siap melumat segala gerak – gerikku. Aku lihat juga
beberapa wartawan infotainmen ada di kerumunan para fansku.
“Gadang mas, Gadang...,” teriak sopir angkutan.
Aku pun melompat masuk, tak perduli dengan tatapan ribuan
pemirsa yang kecewa karena jagoannya kabur. Dari balik kaca angkutan yang aku
naiki, aku lihat perempuan tersebut masih saja ceria, menebarkan senyumnya ke sana
kemari.
Aku sandarkan punggungku ke jendela angkutan. Huff..lega
rasanya kembali jadi orang biasa Mi.
“Pak, demi kemajuan bangsa saya minta sepuluh ribu saja.”
Wottttt?!!?!!?!
Aku perhatikan satu persatu penumpang angkutan. Disebelah
kananku duduk dua orang ibu yang baru pulang kerja, diujung bangku sebelah
kanan seorang cowok pelajar SMA. Di depan saya duduk dua orang suami istri dan
seorang anaknya yang masih kecil.
“Sesuai anjuran pemerintah, saya minta sepuluh ribu pak.”
Haladalah....suara itu ternyata datang dari seorang ibu
yang duduk dipojokan samping kiriku Pakaiannya gak padu padan blas. Memakai
kerudung ungu dengan kaos ketat coklat, celana legging warna oranye ngejreng.
Secara sepintas melihat busananya kita bisa menangkap kesan tentang ibu ini.
Ibu itu berbicara panjang lebar dengan bahasa Indonesia
yang medok jawa timuran, semua penumpang terdiam. Entah mendengarkan, entah
mengacuhkan.
Tak berapa lama, ibu itupun turun sambil mengucapkan
kepada sopir angkutan itu “Su(wu)n cak”.
“Diyamput...ancen
e nasibku. Maeng isuk bareng aku, la kok saiki yo bareng aku maneh. Ndadak nge
sun barang sisan. Put,put,put!!!”
+++
Mi, sampeyan pasti bertanya – tanya “Terus apa moral
cerita diatas?”
Seperti biasa, aku yakin kamu sudah bisa mengambil moral
cerita dari ceritaku diatas. Yaitu, moral penceritanya yang harus diperbaiki.
Mi, mudah – mudahan kamu tidak bosan dengan cerita waguku.
Karena hanya kamu yang baca cerita waguku.
Su(wu)n ya.....
Wasalam wr wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar