Dengan dibalut kebaya merah tipis
dan jarik, gerak tubuhnya begitu gemulai. Jari – jari lentik digerakkannya
mengikuti alunan gamelan yang mendayu – dayu. Mata para lelaki tak pernah
berkedip mengikuti gerak pinggulnya. Para wanita melihatnya dengan tatapan
sinis.
“Eh, tahu gak Bu Siti, Poniti
itu kemarin baru pasang susuk loh.”
“Memangnya masih ada tempat
kosong di tubuhnya, Jeng Sri?”
Semakin malam , panggung hiburan
sunatan anak calon bupati makin panas. Asap rokok berpadu bau minuman keras. Kaum
adam berlomba – lomba nyawer ke dada Poniti.
Disamping panggung seorang pria memberi
isyarat jam ke Poniti.
Sebelum subuh Poniti
harus sampai di rumah, menjadi Poniman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar