Apa yang terlintas di
pikiran Sampeyan ketika membaca Bacan? Yup pastilah batu akik, yang sekarang
sedang turun pamornya. Begitu juga yang terlintas di pikiran saya ketika
menerima surat tugas ke Pulau Bacan.
Sedikit cerita, Pulau Bacan
ini masuk dalam wilayah Provinsi Maluku Utara, Kabutapen Halmahera Selatan. Ibu
Kota Kabupaten Halmahera Selatan berada di Pulau Bacan, bernama Labuha. Lokasi
Pulau Bacan ini berada di sebelah selatan Kota Ternate. Kabupaten Halmahera
Selatan terdiri dari 30 kecamatan, dengan sebagian besar berupa kepulauan.
Saya sebagai orang yang baru
dipindah ke Ternate pasrah saja ketika Rido bilang, "Kalo kita tugas,
selama ada transportasi dan akomodasi yang maksimal, ambil saja. Jangan
menyiksa diri, karena kerja kita juga maksimal."
Menurut keterangan Rido, ada
dua moda transportasi dari Ternate ke Pulau Bacan. Yang pertama naik kapal
laut. Berangkat sekitar jam sembilan malam, sampai Pulau Bacan sekitar jam lima
pagi. Tiket ekonomi Rp 150.000 tidur di dek dengan kasur tipis dan umpel -
umpelan dengan penumpang lainnya. Tiket VIP Rp 380.000 tidur di kamar yang
diisi dua penumpang, atas bawah. Ada kipas angin atau AC.
Yang kedua, naik pesawat Express
Air. Tarif Rp 550.000. Durasi penerbangan 30 menit. ( Mahal banget yak...atau
Saya aja yang kuper? )
Karena EO nya Rido, ya
pastilah ambil yang pesawat.
Senin pagi kita bertiga,
Saya - Rido - Kang Gun, sudah bersiap di Bandara Sutan Baabullah. Setelah
melewati prosedur boarding, naiklah kita ke Express Air. Jenis pesawat yang
dipakai adalah Dornier 328-100 dengan kapasitas penumpang 32. Jadwal terbang Express Air dari Ternate ke Labuha sehari sekali jam 09.00. Demikian juga dari
Labuha ke Ternate sehari sekali jam 10.00.
Ada satu yang membanggakan
naik Express Air ini. Yaitu di majalah bulanan Express Air. Di situ ada seorang
fotografer yang merupakan kontributor dari Express Air Magazine, Gathoet
Subroto. Disebutkan disitu bahwa Gathoe ( panggilannya ) adalah alumni STAN.
Meskipun saya ndak kenal, seneng juga bacanya.
Asik juga naik Xpress Air
ini. Pada saat mau take off, deru mesinnya begitu membuncah. Seperti kuda
menderap - derapkan kakinya di tanah, mengambil ancang - ancang mau melompati
jurang yang lebar. Kemudian, wusss....wusss...
Setengah jam kemudian,
landinglah kita di Bandara Oesman Sadik di Labuha. Bandara kecil, sederhana.
Pada saat itu, terminal kedatangannya sedang direnovasi.
Beruntungnya kita punya
teman dimana - mana. Tak lama muncullah Udin dengan membawa Terios silver
menjemput kita bertiga. Dibawanya kita bertiga ke rumah makan Apollo, yang
sepertinya rumah makan paling berpengaruh di Labuha.
Sedikit cerita, orang
Ternate kalau berkata "saya" itu berarti "ya". Contohnya,
"Tolong ambilkan kapur itu, Mat." Maka Mat akan menjawab
"Saya".
La pas kita makan di Apollo
itu ada beberapa lalat yang ikut ngrubung pesanan kita. Saya berinisiatif minta
lilin kepada pelayan untuk mengusir lalat.
"Mas, ada lilin gak
buat ngusir lalat nih?"
"Saya."
"Bukan sampeyan Mas,
lilin ada gak?"
"Saya."
"Loh, piye to
kik....Lilinnn, Mas???"
"Saya."
Jiyaannnnn...dagelan
Srimulat ki.
Menurut penglihatan Saya,
kota Labuha sedang memasuki taraf berkembang. Jalan protokol sudah bagus. Mobil
juga sudah mulai banyak. Sepeda motor masih sedikit. Tenyata disana ada juga
becak. Yang paling banyak adalah kapal. Warung kopi disiang hari terlihat
penuh, dengan pengunjung sebagian besar adalah pegawai berseragam.
Untuk hotel, sepertinya
hotel terbaik di Labuha adalah Hotel Janisy. Tarifnya Rp 250.000 per malam.
Kamarnya bersih, mungkin karena masih baru. Pagi hari kita dapat breakfast,
sebungkus nasi kuning dan krupuk, ditambah kopi atau teh, yang harus kita racik
sendiri. Air panasnya diambil dari termos yang sudah disediakan.
Karena kita ke Labuha bukan
untuk berwisata, dengan berat hati Saya tidak bisa menceritakan tempat - tempat
wisata di Labuha.
May be next trip.
NB : All photos by Rido.
NB : All photos by Rido.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar