Memasuki minggu ke tiga di
bulan penuh berkah dan pengampunan ini, Saya telah mengkhatamkan sebuah novel.
Novel yang disampulnya ada tag line "Sebuah Novel Penggugah Mimpi".
Novel tersebut ditulis oleh Fino Yurio
Kristo. Di halaman 307, bab Tentang Penulis, tidak banyak mengungkap jati diri
penulis. Hanya tempat dan tanggal lahir, serta negara - negara yang pernah dia
jelajahi.
Novel yang berjudul Radja
Tempe di Eropa : Dari Yogya Merajai London di halaman 1,2 dan 3 penuh pujian
dari beberapa tokoh terkenal. Salah satunya dari Ahmad Tohari, penulis dari
trilogi Ronggeng Dukuh Paruk. Bahkan Ahmad Tohari berkenan memberikan pengantar
atas novel tersebut.
Novel setebal 307 halaman
tersebut di cetak pertama kali di tahun 2014 oleh Penerbit Matahari Jakarta. Untuk
anak muda seusia Saya ini, dimana mata harus sudah dibantu dengan lensa
progresif, pemilihan ukuran hurufnya sangat bersahabat dengan mata Saya.
Sehingga Saya dengan leluasa menyantap kata per kata dengan lahap.
Cerita ini mengambil setting
di kota Yogya dan London ( pasti pada teriak : kan sudah disebutkan di judulnya!
). He he he, kalo pada teriak begitu berarti pada membaca dengan khusuk.
Alhamdulillah.
Tokoh utama di novel ini
bernama Ridho, seorang pemuda dari Desa Semugih, Kecamatan Rongkop, Kabupaten
Gunungkidul, yang mempunyai cita - cita gila yaitu membuka restoran setara KFC
atau McDonalds dengan menu utama tempe di kota - kota besar dunia.
Dikisahkan Ridho ini lulusan
SMA yang tidak bisa meneruskan kuliah karena tidak ada biaya untuk kuliah.
Ibunya seorang penjual gorengan di desanya, bapaknya dulunya adalah sopir
angkot yang kemudian mengadu nasib di Arab Saudi. Tapi, sudah tiga tahun tidak
ada kabar berita dari bapaknya apalagi uang kiriman, Ridho mempunyai seorang
adik yang bernama Rinto, yang duduk di kelas 3 SMA.
Kegiatan sehari - hari Ridho
adalah sebagai penjaga warnet di sebuah warnet di Kota Yogya. Di warnet
tersebut juga Ridho menumpang tidur bersama dua penjaga lainnya yaitu
Andri dan Yanto.
Selain tokoh - tokoh diatas
ada lagi tokoh perempuan. Yaitu Sara, seorang mahasiswi UGM jurusan Bahasa
Indonesia yang berasal dari Manchester Inggris dan Rani Puspita Dewi, seorang
mahasiswi desain grafis.
Ridho mulai akrab dengan
Sara setelah Ridho membantu Sara menambal ban motor Sara yang bocor ditengah
jalan. Sara juga yang menyemangati Ridho untuk mewujudkan cita - cita gilanya.
Sedangkan Rani Puspita Dewi
adalah kekasih Ridho pada waktu SMA dulu. Rani anak orang kaya. Selepas SMA,
Rani memutuskan untuk kuliah desain grafis di sebuah perguruan tinggi ternama
di Yogya. Sedangkan Ridho karena keterbatasan biaya tidak melanjutkan kuliah.
Mereka berdua akhirnya memutuskan putus secara baik - baik. Ridho dan Rani
bertemu kembali ketika Ridho butuh jasa Rani untuk membuatkan logo dari Radja
Tempe.
Novel ini memakai sudut
pandang "Aku". Ridho menceritakan semuanya dengan mengalir lancar. Bahasanya
lugas, percakapannya gampang dicerna, deskripsinya tentang suatu tempat sangat
membantu kita membayangkan tempat tersebut. Tidaklah heran karena Fino, Si
Penulis, pernah berkelana ke tempat - tempat yang menjadi seting lokasi novel
tersebut.
Novel ini mempunyai alur
cerita yang zig - zag. Di buka dengan masa sekarang kemudian melompat ke masa
lalu, kembali ke masa sekarang kemudian ke masa lalu. Begitu seterusnya.
Tidaklah seru kalau suatu
cerita tidak ada konflknya. Demikian juga tidaklah seru kalau Saya menceritakan
semua isi novel ini. Apakah Ridho berhasil menggapai cita - cita gilanya?
Konflik apa saja yang ditemuinya? Bagaimana juga hubungan Ridho dengan Sara dan
Rani, apakah ada kemistri antara Ridho - Sara atau Ridho - Rani?
Kalau menurut Ahmad Thohari,
novel ini sangat filmis. Mempunyai potensi kuat untuk dilayar - lebarkan.
Saya jadi ingat ada sebuah
kampung di Malang yaitu Sanan, Dari dahulu Sanan terkenal dengan kerajinan
kripik tempe. Sampai sekarang pun menjadi salah satu tujuan para wisatawan
berburu oleh - oleh khas Malang. Tapi sepertinya tidak ada kreasi dan inovasi
dalam mengolah tempe. Yang di jual oleh puluhan toko di Sanan ya hanya kripik
tempe. Paling ditambahi rasa.
Saya bukanlah ahli kuliner,
tidak paham tentang masak memasak. Mengapa di Sanan tidak ada inovasi atas
olahan tempe? Saya yakin para pengrajin tempe di Sanan bukanlah arek wingi sore yang baru saja belajar
mengolah tempe. Mereka sudah turun temurun mengolah tempe. Pasti mereka punya
alasan kuat mengapa hanya menjual kripik tempe.
Saya berarap Ridho
berkunjung ke Sanan dan membagi pengalamannya dalam mengolah tempe.
Oh, mungkin nanti di Radja
Tempe 2 akan ada episode ini?
Selamat berburu novel ini.
Selamat berburu novel ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar