![]() |
Lorong Kampong Falajawa |
Seminggu
yang lalu, saya melihat di instagramnya komunitas
Ternate Heritage Society, akan mengadakan acara buka bersama yang bertajuk Jelajah Pusaka Falajawa
( JPF ). Dalam keterangan di e-posternya tertulis, menjelajahi salah satu kampong tua di Ternate, menikmati arsitektur
khas Fala Kanci dan Rumah Indis, melihat proses pembuatan kue tradisonal, dan
berburu takjil untuk buka puasa bersama di Pantai Falajawa.
Saya
teringat kira – kira setahun yang lalu ketika menginjakkan kaki pertama kali di
Ternate, suatu sore diajak oleh teman kos main ke pantai. Dalam bayangan saya
lokasi pantai tersebut pasti jauh dan berpasir putih sepanjang bibir pantai.
Lima menit berkendaraan roda dua dari kos, sampailah saya di laut bening yang
letaknya dipinggir jalan besar. Banyak orang bermain disitu, ada yang renang di
laut, ada yang duduk –duduk dipinggir sambil menikmati jagung rebus. “Pantainya
mana?” Tanya saya. “Ya ini, namanya Pantai Falajawa.” “Kok gak ada pasirnya?”
Hari
Minggu, 11 Juni 2017, jam 16.00, 20 orang peserta JPF telah berkumpul di Masjid
Muhajirin yang letaknya persis di seberang Pantai Falajawa. Sebagian peserta sudah tidak asing lagi bagi saya,
sebagian lagi baru kenal. Setelah solat Asar berjamaah di Masjid Muhajirin, ke
20 orang peserta di kumpulkan di serambi masjid. Ada sedikit sambutan dari Pak
Lurah Falajawa. Pada initinya Pak Lurah sangat mengapresiasi kegiatan ini,
karena kegiatan ini sesuatu yang unik yang tidak dipunyai di wilayah lainnya.
Pak Lurah berharap suatu saat akan ada Festival Falajawa.
Fala
dalam bahasa Ternate berarti rumah, sedangkan Jawa ya Jawa. Falajawa berarti
Rumah Jawa. Tapi bukan berarti Kampong Falajawa dihuni oleh orang Jawa, sebagian
besar yang tinggal di kampong Falajawa adalah orang – orang Arab.
Kata
Falajawa pertama kali muncul ketika Sultan Zainal Abidin Syah pulang dari
belajar agama Islam di Gresik. Sultan Zainal Abidin Syah datang ke Ternate
bersama dengan ulama Datuk Maulana Husein. Mereka mendirikan Pangaji, atau
semacam pondok pesantren. Bangunan – bangunan di pangaji ini mempunyai struktur
atap seperti struktur atap joglo di Jawa. Ada juga yang mengatakan disebut
Falajawa karena dahulu ada pintu gerbang pangaji yang sangat besar, persis di
sebelah masjid Muhajirin yang mempunyai struktur atap menyerupai atap joglo di
Jawa.
Jalan
kampong Falajawa ini mengingatkan akan kampong Laweyan, kampong halaman saya di
Solo. Dengan jalan berupa lorong – lorong kecil, cuman bedanya kalau di
Laweyan, kiri kanan lorong adalah tembok tinggi rumah para Mbok Mase juragan
batik, sedangkan kalau di Falajawa, di kiri kanan lorong menguar harum kue –
kue tradisonal yang sedang di oven di forno.
![]() |
Forno |
Rumah
pertama yang kita singgahi adalah rumah Ibu Noni. Ibu Noni, menurut keterangan
beliaunya, adalah generasi ke 4 pembuat kue tradisonal dengan menggunakan
forno. Forno ini mungkin semacam ruang pembakaran. Berupa dinding berbentuk segi
empat dengan lobang kecil di tengah bagian bawah. Cara kerjanya adalah, kayu
soki atau kayu bakau dibakar di dalam forno selama kurang lebih satu jam.
Setelah kayu soki mejadi arang, arang – arang tersebut dikeluarkan sampai tak
bersisa. Baru kemudian kue yang sudah setengah jadi di masukkan dalam forno.
Lama pengfornoan tergantung jenis kue nya. Ada yang 30 menit, ada yang 60
menit. Katanya sih rasanya lebih enak kalau di forno.
Rumah Ibu Noni ini merupakan Rumah Kanci, atau rumah kancing, atau Fala Kanci. Murni rumah kayu, sehingga sambungannya tidak dipaku tapi di kancing dengan kayu. Sistem Fala Kanci ini juga mengingatkan saya rumah di Laweyan, Solo. Kalau di Solo istilahnya adalah dipantek. Sambungan antar kayunya di kunci dengan kayu, tidak dengan paku. Fala Kanci ini sangat responsif terhadap gempa, karena ketika gempa, Fala Kanci ini ikut bergoyang.
![]() |
Fala Kanci |
Rumah Ibu Noni ini merupakan Rumah Kanci, atau rumah kancing, atau Fala Kanci. Murni rumah kayu, sehingga sambungannya tidak dipaku tapi di kancing dengan kayu. Sistem Fala Kanci ini juga mengingatkan saya rumah di Laweyan, Solo. Kalau di Solo istilahnya adalah dipantek. Sambungan antar kayunya di kunci dengan kayu, tidak dengan paku. Fala Kanci ini sangat responsif terhadap gempa, karena ketika gempa, Fala Kanci ini ikut bergoyang.
Rumah
ke dua yang kita singgahi masih tentang forno.
Rumah
ke tiga adalah rumah Indis. Sebutan Indis berasal dari kata Nederlansch Indie
atau dalam bahasa Indonesia berarti Hindia Belanda. Jadi rumah indis adalah
rumah yang arsitekturnya dipengaruhi oleh Belanda.
Rumah
indis yang kita kunjungi ini sekarang di tempati oleh Bapak Saleh dan keluarga.
Karena perkembangan jaman, rumah indis ini sudah mengalami beberapa perubahan,
dan juga tidak kelihatan dari luar. Untuk menuju ke sana kita harus melewari
lorong sempit. Pada teras depan masih tersisa dua pilar gemuk. Pilar tersebut
mengingatkan saya pada rumah – rumah peninggalan Belanda di daerah Pasuruan.
![]() |
Rumah Indis |
Pak
Saleh bercerita pernah ada beberapa peneliti mahasiswa dari sebuah perguruan
tinggi di Cina. Mereka memperlihatkan sebuah foto rumah di pinggir pantai,
persis seperti rumah Pak Saleh ini. Jadi dahulu sebelum reklamasi pantai
Falajawa, rumah indis ini menghadap ke laut dengan pantai berpasir yang
menghampar.
Dinding rumah ini adalah seng, yang menurut Pak Saleh sejak dia lahir
belum pernah mengganti dinding seng tersebut. Rumah Indis ini dilengkapi juga dengan pintu kacil. Yaitu pintu – pintu kecil
rahasia yang menghubungkan antar kamar. Ada yang menyebutnya pintu anjing, atau
pintu pancuri. Pada dinding seng bagian atas terdapat beberapa lubang. Menurut
cerita Pak Saleh, itu adalah bekas tembakan pesawat sekutu ketika merebut
Ternate dari tangan Jepang.
Setelah dari rumah indis, sasaran berikutnya adalah berburu kuliner khas
Falajawa yang dijajakan di sepanjang Pantai Falajawa. Seru, hujan – hujan berburu
kuliner untuk takjil. Rencananya adalah berbuka puasa di pinggir Pantai
Falajawa, sambil menikmati angin laut, melihat matahari terbenam, apa daya
hujan tak berhenti. Ya sudah, akhirnya kembali ke selera asal, berbuka di
Masjid Muhajirin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar