![]() |
Barak |
Prologue
Hampir setengah purnama
sudah, satu batalyon prajurit abal - abal digodok di Ksatriyan Megamega untuk
menjadi prajurit telik sandi yang nggegirisi .Ksatriyan ini terletak di
kaki Gunung Gede - Pangrango yang ketinggiannya sekitar 1.800 m diatas
permukaan laut. Suhu sehari - hari berkisar 19 - 21 derajat Celcius, itu setara
dengan satu balok es yang di cemplungkan ke dalam ember kecil. Brrrrrrr......
Setiap pagi mereka harus
sudah bangun sebelum ayam jago pamer ringkikan mesum kepada ayam babon. Setelah
solat Subuh berjamaah, mereka diarak berjalan kaki menembus dinginnya pagi dan
pekatnya kabut, melewati lembah dan ngarai, menyeberangi derasnya sungai yang
dangkal, beradu kejelian dengan rajawali dan ketangkasan macan kumbang dalam
mencari bahan - bahan untuk sarapan pagi, dan berlatih yoga di pinggir pantai
meniru karang yang kokoh walau diterjang ombak. Ngwerihhhh....
Kamis
sore
Sejak sore tadi langit diatas
ksatriyan gelap tertutup awan tebal.
Beberapa prajurit terlihat
sedang bercengkrama di ruang bersama sambil menikmati asap yang keluar dari
rokok klobot yang mereka racik sendiri, yang bahan bakunya mereka ambil dari
hutan di sekitar ksatriyan.
Tak berapa lama awan tebal
tersebut turun ke bumi menjadi milyaran tetesan - tetesan air. Ksatriyan ini
memang terkenal dengan julukan Ksatriyan Sering Hujan. Menurut catatan Mbah
Gugel , curah hujan rata - rata setiap tahun di ksatriyan ini adalah 3.500 - 4.000
mm. Sedangkan curah hujan rata - rata normalnya adalah 990 mm. Kebayangkan
betapa kayanya ksatriyan tersebut dengan air hujan.
Entah karena capek setelah
seharian berlatih telik sendi atau
karena cuaca yang makin malam makin dingin, para prajurit sudah tidak ada yang
terlihat di luar barak. Sembilan dari sepuluh barak sudah gelap, malah ada terdengar battle dengkuran
antar barak.
Hujan masih setia mengguyur
tanah ksatriyan malam itu.
Panggilan
Luar Biasa
"Bangun!!
Bangun!!...Kumpul di lapangan, cep..paattt!!!" Teriak instruktur.
Suara derap sepatu
instruktur, beradu dengan suara pintu barak yang digedor - gedor instruktur. Para prajurit
yang baru saja tertidur lelap, berloncatan dari peraduan mereka. Berebutan mencari
baju dan celana yang di taruh di gantungan baju. Ada juga yang sudah di taruh di tempat baju kotor.
Ada yang kebelet pipis. Ada
yang tergopoh - gopoh mencari kacamata. Ada yang diam mematung.
"Dor!!!...Dorrrr!!!...."
Suara tembakan menggelegar memekakkan telinga.
"Sepuluh menit lagi
kumpul di lapangan!!!" Teriak instruktur.
Para prajurit panik.
"Celanaku
mana, celanaku maannaa???"Teriak seorang prajurit berperawakan tidak tinggi dan agak gemuk, sebut saja Rangga ( nama
panjangnya adalah Serangga ). Di carinya
digantungan baju, tapi tidak diketemukannya.
"Tadi aku taruh
situ." Dua orang temannya yang satu barak dengannya, yaitu Gus dan Cak,
tidak ada yang menjawab. Mereka sedang sibuk
memakai celana dan baju mereka masing - masing.
"Gus! itu
celanaku!" Rangga menunjuk celana yang sedang dipakai secara paksa oleh Gus. Konyolnya, Gus, yang berperawakan rata - rata lelaki Indonesia usia 45-an yang ndak pernah olahraga dan makannya lahap ini tidak sadar bahwa celana yang dipaksa
untuk dipakainya ukuran pinggangnya jauuhh lebih kecil, juga panjang celananya
jaauuhh lebih pendek dari kepunyaan dia.
Kalaulah ada Komisi Perlindungan Celana dan Baju Indonesia, Rangga sudah pasti mengadukan Gus kepada KPCBI dengan tuduhan "berusaha secara paksa memasukkan sesuatu bukan pada tempatnya."
Masih tersisa 1,5 purnama
lagi, akankah ada kekacauan konyol lagi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar