![]() |
Toko di Kampung Magribi |
AKLAMASI
Ksatryan Megamega ini mempunyai
aturan super duper ketat. Aturan - aturan itu mengikat para cantrik yang ngangsu kawruh di situ selama 24 jam
penuh. Pagi hari mereka harus bangun sebelum tetes embun yang pertama jatuh ke
bumi. Pada rentang 1000 ketukan mereka
harus sudah siap olah kanuragan di
sebuah lembah yang luas. Kabut dingin yang turun bersama semribitnya angin tidak mereka hiraukan. Ketika terdengar suara
seruling pada nada re selama lebih kurang lebih 250 ketukan, 20 peleton cantrik
secara terpimpin harus kembali ke barak untuk persiapan kegiatan selanjutnya.
Dalam hal makan para cantrik
juga diatur. Harus bersama - sama pada jam yang telah ditentukan. Pakaiannya
tidak boleh seperti makan di warung - warung kopi sasetan murahan pinggir
jalan. Minimal pakaiannya seperti pada waktu menghadiri undangan njagong di rumah Wedana.
Ketika melakukan pergeseran
dari satu tempat ke tempat lainnya, para cantrik tidak boleh sendiri - sendiri.
Atau istilahnya adalah menetes. Kemanapun harus bersama - sama, minimal dua
orang.
Tapi seketat - ketatnya
aturan di ksatryan, para petinggi ksatryan telah memikirkan sebuah aturan yang berbasis pada
Konvensi Jeneva, dengan memperhatikan Hak Asasi Cantrik. Para cantrik diberikan
kesempatan pesiar pada hari Rabu, dimulai sore hari ketika burung - burung
pulang ke sarangnya , dan harus kembali ke ksatryan ketika hewan - hewan malam
mulai keluar dari sarangnya.
Kesempatan ini tidak disia -
siakan oleh Peleton Pajeglempung Pitu.
Selasa malam, mereka telah
melakukan rapat besar membahas tujuan pesiar. Ada 30 usulan lokasi yang
disampaikan pada malam itu. Mulai dari usul makan di restoran khas Sunda, ada
yang usul mengunjungi Taman Sapari, dan yang paling lantang usul adalah kawan
cantrik dari pedalaman tlatah Borneo.
Panggil dia Ken.
Ken mengusulkan pesiar ke
Kampung Magribi. Sebuah kampung di dekat ksatryan yang banyak dikunjungi oleh
sheikh - sheikh dari negeri Petro Dolar. Ken memberikan argumen bahwa makanan di
Kampung Magribi sangat khas Timur Tengah yang menurutnya lazis -
lazis, disamping itu sekalian mempraktekan ilmu yang telah mereka dapat
tentang cara telik sandi yang baik
dan benar.
"Kawan - kawan nanti
bisa praktek surveillence, undercover, eliciting. Kawan - kawan bisa
improvisasi berbagai macam teknik." Orasi Ken begitu menggebu - gebu,
mengena banget ke hati cantrik Peleton Pajeglempung Pitu yang lagi euforia
teknik lidik.
Semua diam, beberapa detik
kemudian kepala mereka manggut - manggut. Mata mereka melirik ke arah kanan
atas, senyum simpul mengembang di bibir para cantrik. Diatas kepala mereka
seperti ada gelembung yang berisi rencana - rencana licik mereka.
"Bener juga apa yang
dikatakan Ken." Bisik mereka dalam hati.
Malam itu, secara aklamasi
mereka memutuskan besok sore pesiar ke Kampung Magribi.
KAMPUNG
MAGRIBI
Ketika memasuki batas wilayah
Kampung Magribi, sangat terasa sekali suasana Timur Tengahnya. Papan nama toko
- toko, restoran, warung kopi sasetan, butik, penunjuk arah, hotel, vila,
tukang cukur, penjual jamu kuat, semuanya memakai huruf Arab tanpa harakat.
Bahkan kata seorang cantrik yang pernah ke Arab, penataan barang - barang di
toko - toko seperti di Nabawi.
Di jalanan banyak ditemui
laki - laki Timur Tengah hilir mudik. Ada yang mengenakan pakaian jubah khas
sheikh, ada yang pakaian biasa. Yang perempuan ada yang bercadar, ada yang
berhijab biasa. Ada yang bersama keluarga, ada yang bergerombol laki - laki
semua. Kalau yang perempuan pasti ada muhrimnya. Bahasa Arab pasaran terdengar
dari mulut para penjaga vila, penjual jamu, tukang urut.
Ken masuk ke sebuah toko kosmetik.
Dia tertarik dengan banyaknya perempuan lokal maupun Timur Tengah yang masuk ke
toko tersebut. Sambil melihat - lihat lipstik, indra pendengaran dan
penglihatannya dia kerahkan secara maksimal. Dia sangat penasaran siapa pemilik
toko itu. Karena setiap dia mencoba menyinggung siapa pemiilk toko itu, neng -
neng geulis SPG menjawab ,"Punten
Kak, Abdi teu teurang."
Seorang laki - laki Timur
Tengah tingi besar dengan baju sheikh masuk ke toko kosmetik itu. Pandangannya
teduh, mulutnya komat - kamit. Dia menuju ke bagian parfum dan berbicara kepada
seorang Neng Geulis SPG. Tak berapa lama neng Geulis SPG tersebut membawakan
sebuah botol parfum berbentuk kodok, dan diserahkannya kepada sheikh itu.
Disemprotkannya
parfum tersebut ke pergelangan tangannya, kemudian di dekatkannya pergelangan
tangan ke hidungnya. Sheikh itu tersenyum simpul, matanya melirik ke seorang
perempuan mungil berkacamata yang memakai cadar.
"Kak, ini ada titipan
dari Sheikh." Kata Neng Geulis SPG kepada Ken, telunjuknya mengarah kepada
seorang laki - laki Timur Tengah berbadan tinggi besar yang berdiri di depan
pintu masuk. Mata sheikh itu mengerling genit kepada Ken.
"Ampuunnnn Maakkkk...." Suara asli Ken membahana ke seluruh ruangan toko itu.
Sontak Ken melepaskan semua
atribut penyamarannya, dan terbirit - birit dengan membawa botol parfum
berbentuk kodok menerobos kaki sheikh yang berdiri mengangkang.
Hangus sudah penyamaran Kentrungan. ( Nama panggung dari Ken )
Hangus sudah penyamaran Kentrungan. ( Nama panggung dari Ken )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar