![]() |
Rute Jelajah |
Minggu pagi , 5 Agustus
2018, saya berkesempatan ikut Jelajah Pusaka Kampong Cina dan Kampong Tenga
yang di gagas oleh Komunitas Tenate Heritage Society. Menurut SMS yang saya
terima dari panitia, titik kumpul di Kelenteng Ibu Suri Agung jam tujuh pagi. Ini adalah kali ke dua ikutan
jelajah pusaka di Ternate. Cerita jelajah pusaka yang pertama bisa dibaca disini.
Pukul 07.08 WIT saya sudah
sampai di kelenteng. Beberapa panitia dan peserta sudah datang. Setelah saya
tanda tangan daftar hadir, saya diberi selembar kertas yang berjudul Panduan
Jelajah Kampong Cina dan Tenga ( Jelajah
Spesial Kemerdekaan ). Di halaman pertama berisi uraian singkat mengenai :
1. Tujuan; 2. Bentuk Kegiatan; 3. Metode; 4. Waktu dan Rute Jelajah; 5. Hal
–hal yang Boleh Dilakukan Peserta Selama Kegiatan; 6. Hal – hal Yang Tidak
Boleh Dilakukan Peserta Selama Kegiatan; 7. Penutup. Di halaman ke dua adalah
rute jelajah pusaka.
Jelajah kali ini spesial
untuk menyambut hari kemerdekaan Republik Indonesia yang tujuannya adalah
memperkenalkan sejarah dan pusaka Ternate berupa arsitektur, artefak, situs,
sosial budaya, dengan mengunjungi objek yang dimaksud.
Ada sekitar 38 peserta
Jelajah yang ikut. Sebagian besar adalah anak – anak muda Ternate. Ada seorang
peserta perempuan dari Korea, Profesor Seon Wong Song, dosen sejarah Indonesia
di universitas di Korea. Pada tahun 2008 menyelesaikan disertasinya tentang
Pancasila di Universitas Ohio Amerika Serikat. Katanya pernah ketemu Gus Dur
juga pada saat menyelesaikan disertasinya tersebut. Pasti bingung kan...Apa
perlunya orang Korea mempelajari Pancasila?
Berdasarkan rute jelajah,
ada 7 titik pemberhentian.
1.Kelenteng Ibu Suri Agung.
Lokasi kelenteng ini berada
di belakang toko – toko, tidak terlihat dari pinggir jalan. Akses masuknya
lewat jalan sempit. Posisi kelenteng membelakangi Gunung Gamalama dan menghadap
ke laut. Warna merah dan kuning mendominasi warna bangunan kelenteng. Ada 4
naga yang menjaga kelenteng ini. Dua di pilar masuk, dua berada di atap.
Menurut Doktor Maulana Ibrahim, pegiat Ternate
Heritage Society yang menjadi tour guide jelajah ini menjelaskan bahwa orang –
orang Cina telah lama melakukan perdagangan dengan Ternate. Mereka melakukan
pelayaran dengan memanfaatkan Angin Muson Barat dan Angin Muson Timur. Mereka
bisa berbulan –bulan berada di Ternate untuk menunggu pergantian musim angin
yang akan membawa mereka kembali ke Cina. Atas kebaikan Sultan Ternate, mereka
diberi tanah untuk mendirikan tempat berteduh. Akhirnya mereka mendirikan rumah
dan juga kelenteng tersebut. Lama kelamaan berkembanglah wilayah itu menjadi
Pecinan.
Menurut catatan sejarah,
kelenteng tersebut di bangun tahun 1657. Baru dipugar tahun 2007. Kelenteng itu
bernama Thian Hou Kiong, Thian artinya istana, Hou artinya permai, Kiong
artinya langit. Saya tidak tahu mengapa di pintu masuk tertulis Rumah Ibadah
Ibu Suri Agung. Sayang sekali Om Liem, yang menjabat sebagai Kapita Cina (
pemimpin komunitas Cina di Ternate ), yang dijadwalkan sebagai nara sumber
utama tidak bisa menemani kita karena harus mengurusi ibadah dengan tamu dari
Jakarta.
![]() |
Kelenteng Ibu Suri Agung. |
2.
Rumah Letnan Arab.
Rumah Letnan Arab hanya
berjarak kurang lebih 50 meter dari Kelenteng, masuk wilayah Kampong Tenga. Mengapa di beri nama Letnan
Arab? Karena jumlah orang Arab yang tinggal di Ternate pada waktu itu lebih
sedikit dibanding Orang Cina, sehingga pangkatnya lebih rendah dari Orang Cina.
Pada masa pendudukan Jepang,
di tempat itu pernah menjadi medan pertempuran yang hebat antara Sekutu dan
Jepang.
Rumah Letnan Arab yang
diperkirakan sudah berusia lebih dari 100 tahun ini mengadopsi tiga budaya.
Budaya Melayu, Cina, dan Eropa. Budaya Melayu tampak dari bagian depan yang
merupakan rumah panggung. Budaya Cina tampak dari fentilasi, yang kalau kita
perhatikan seperti ornamen cina di kertas untuk mengusir hantu. Budaya Eropa
tampak pada lantainya, yang katanya di datangkan langsung dari Itali. Rumah ini
cantik sekali, cocok untuk lokasi foto prewed.
![]() |
Lantai di Rumah Letnan Arab. |
3.
Kampong Palembang.
Bermula dari penangkapan
Sultan Mahmud Badaruddin II dari Palembang oleh Belanda yang kemudian beliau
diasingkan ke Ternate bersama keluarganya pada tahun 1822. Pertama datang di
Ternate, Sultan dan keluarga di tempatkan di Benteng Oranje seperti tahanan
umum lainnya. Kemudian atas campur tangan Sultan Ternate, Sultan Mahmud
Badaruddin II dan keluarga di berikan sebidang tanah yang diperuntukkan untuk
tempat tinggal Sultan Badaruddin II dan keluarga. Sultan Mahmud Badaruddin II
tinggal di Ternate selama 30 tahun. Sebelum meninggal Sultan Mahmud Badaruddin
II berwasiat kepada Sultan Ternate minta dimakamkan di Ternate. Wasiat itupun
di laksanakan oleh Sultan Ternate.
Daerah dimana Sultan Mahmud
Badaruddin II dan keluarga tinggal tersebut di kenal sebagai Kampong Palembang,
yang sekarang berada di Jalan Nukila. Sayangnya, situs bangunan bekas rumah
Sultan Mahmud Badaruddin II sudah berganti menjadi bangunan Bank Mandiri.
Peninggalan yang masih bisa dilihat adalah makam Sultan Mahmud Badaruddin II di
Pekuburan Muslim Ternate.
4.
Bioskop Benteng.
Tampak depan bioskop ini
mengingatkan saya kepada Hotel Orange di Surabaya. Kalau istilah arsitekturnya
adalah jengki. Pada masa pendudukan
Belanda sebelum menjadi bioskop,bangunan ini adalah sebuah gereja Kristen
Protestan. Kemudian dibeli oleh seorang Cina dialihfungsikan menjadi bioskop.
Pada awalnya bernama Bisokop Columbia karena hanya memutar film dari Columbia
Pictures. Terakhir beroperasi sekitar tahun 1990 an akhir. Pemilik bioskop
sekarang ini masih ada hubungan keluarga dengan Kapita Cina. Sekarang bangunan
ini hanyalah sebuah bangunan kosong yang sepi.
![]() |
Bioskop Benteng. |
5.
Bekas Sekolah Cina.
Terletak di perempatan Jl.
Hasan Boesoeri, sayangnya sudah berubah menjadi bangunan ruko. Kemudian kami
para peserta jelajah di ajak ke pinggir jalan, salah seorang panitia yaitu
Didit Prahara berdiri di depan kami, layaknya seorang orator demonstrasi. Dia
memulai orasinya dengan menanyakan, “Ada yang tahu Hasan Boesoeri?”.
Di Ternate ada sebuah rumah
sakit yang bernama RSUD Chasan Boesoirie, letaknya di Tanah Tinggi. Kira – kira
2 km sebelah barat bekas sekolah Cina.
Karena tidak ada yang bisa
menjawab, Didit melanjutkan ceritanya. Hasan Boesoeri berasal dari Semarang
adalah seorang dokter muda dari sekolah kedokteran di Surabaya, dimana pada
tahun 1937 di tugaskan ke Weda di Halmahera Tengah sebagai dokter tentara
Belanda. Beliau pada waktu itu adalah satu – satunya dokter di Maluku. Baru
beberapa saat di Weda, beliau sudah harus bertugas ke Patani karena ada wabah
disentri di daerah tersebut. Di Patani ini beliau berhasil menyembuhkan seorang
perempuan. Anak dari perempuan tersebut sangat terkesan dengan dokter Hasan Boesoeri,
sehingga dia bercita – cita ingin menjadi dokter. Cita – cita tersebut
terkabul, malah pernah menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olah Raga di masa
Presiden Soeharto, namanya adalah dr. Abdul Gafur.
Jasa Hasan Boesoeri tidak
hanya di bidang kedokteran, beliau juga sangat merakyat dan pendukung sejati
kemerdekaan Indonesia. Beliau dinamai oleh Belanda sebagai Sultan Ternate Yang
Tak Bermahkota ( De Ongekroon Sultan Van Ternate )
Pada tahun 1952 beliau
pernah ditawari untuk menjadi Gubernur Maluku, jawaban beliau adalah, “Politisi masih banyak tetapi medisi
sangat kurang, jadi pilihan saya adalah tetap menjadi dokter”.
Beliau meninggal di Bandung, 24 Februari 1999.
![]() |
Jl. Hasan Boesoeri. |
6. Pertigaan Hotel Austine.
Di pojokan jalan tersebut ada sebidang tanah kosong. Menurut cerita
dulunya adalah kantor kamar dagang Belanda. Diperuntukan juga untuk semacam
kafe. Istilah jaman Belanda dulu adalah societet. Sayang sekali sudah tidak ada
sisa bangunannya lagi.
![]() |
Bekas Kamar Dagang Belanda. |
7. Pelabuhan Residen Ternate.
Jelajah terakhir di Pelabuhan Residen Ternate. Letaknya di dekat
Pantai Falajawa. Pelabuhan ini didirikan tahun 1811, tapi bangunan yang
sekarang sudah tidak asli lagi. Bentuk Pelabuhan Residen seperti jembatan ke
arah laut. Panjangnya kira – kira 50 an meter. Pemandangan dari Pelabuhan
Residen ini sangat cantik sekali. Dibelakang Pelabuhan berdiri megah Gunung
Gamalama, air laut di sekitar Pelabuhan sangat bening sekali, di seberang
Pelabuhan terlihat Pulau Halmahera dan Kie Matubu Tidore.
![]() |
Prof. Seon Wong Song stand up dengan Didit Prahara di atas Pelabuhan Residen. |
Kemudian, dari tujuh lokasi tadi, kamu mau foto sama aku di mana?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar