Merantaulah,
dan akan kamu temukan sanak saudara, handai taulan, kawan baru sebagai
pengganti yang kamu tinggalkan. Ini adalah nasihat dari
ulama besar yang terkenal yaitu Imam Syafi’i. Bagi yang pernah, atau sedang
merantau pasti membenarkan nasihat ini.
Hari Rabu tanggal 10 Oktober
2018, secara de jure dan de facto saya bergeser dari tempat tugas lama di
Ternate ke tempat tugas yang baru di Manado. Mutasi adalah takdir bagi setiap
pegawai di DJP, dan di mana kita dimutasikan itu adalah nasib kita. Syukuri dan
nikmati.
Tentu ada banyak cerita di
Ternate. Berdasarkan statistik di blog saya, ada sekitar 55 sketsa yang saya
tulis selama saya di Ternate, April 2016 sampai Oktober 2018. Saya menunggu
investor yang rela menerbitkan Sketsa Dari Ternate, meskipun tentu tidak akan
bisa menyamai Letter From Ternate nya Wallace.
Manado Running Club
Okay, saya akan memulai cerita di Manado dari kesukaan saya lari pagi. Alhamdulillah saya masih bisa meneruskan ritual pagi saya selama di Ternate, yaitu lari pagi. Kalau di Ternate tiap pagi saya mengelilingi Gelora Kie Raha, di Manado rute saya agak keren lah, di Kawasan Megamas. Berkat lari pagi ini saya dipertemukan dengan teman – teman pelari yang tergabung dalam Manado Running Club ( MRC ). Tag line mereka adalah Torang Pe Tamang Lari, kira – kira artinya kalo mo lari ayo bareng dengan kita. Dengan teman – teman MRC inilah saya merasakan Half Marathon untuk pertama kalinya. Meskipun finish paling akhir dengan pace diatas 9. Menurut Coach David, salah seorang founder MRC, “Gak masalah seberapa lambatnya pace mu, kamu tetap pelari.” Danke Coach.
Okay, saya akan memulai cerita di Manado dari kesukaan saya lari pagi. Alhamdulillah saya masih bisa meneruskan ritual pagi saya selama di Ternate, yaitu lari pagi. Kalau di Ternate tiap pagi saya mengelilingi Gelora Kie Raha, di Manado rute saya agak keren lah, di Kawasan Megamas. Berkat lari pagi ini saya dipertemukan dengan teman – teman pelari yang tergabung dalam Manado Running Club ( MRC ). Tag line mereka adalah Torang Pe Tamang Lari, kira – kira artinya kalo mo lari ayo bareng dengan kita. Dengan teman – teman MRC inilah saya merasakan Half Marathon untuk pertama kalinya. Meskipun finish paling akhir dengan pace diatas 9. Menurut Coach David, salah seorang founder MRC, “Gak masalah seberapa lambatnya pace mu, kamu tetap pelari.” Danke Coach.
![]() |
Manado Running Club |
Travelling N Teaching 1000 Guru Sulawesi Utara
Di akhir bulan November, saya mendapat kesempatan ikut Travelling N Teaching nya 1000 Guru Sulawesi Utara, dalam rangka anniversary yang ke 3. Saya tertarik ikut karena lokasi mengajarnya tidak di Kota Manado, tapi di Pulau Gangga. Sebuah pulau kecil di sebelah Utara kota Manado. Dan juga panitia mencantumkan kata – kata berikut, “ Bersedia tinggal beberapa hari di daerah terpencil, tidak mandi karena minim air bersih”. Ini cadas man, keluar dari zona nyaman.
Di akhir bulan November, saya mendapat kesempatan ikut Travelling N Teaching nya 1000 Guru Sulawesi Utara, dalam rangka anniversary yang ke 3. Saya tertarik ikut karena lokasi mengajarnya tidak di Kota Manado, tapi di Pulau Gangga. Sebuah pulau kecil di sebelah Utara kota Manado. Dan juga panitia mencantumkan kata – kata berikut, “ Bersedia tinggal beberapa hari di daerah terpencil, tidak mandi karena minim air bersih”. Ini cadas man, keluar dari zona nyaman.
Pada waktu mendaftar TNT
1000 Guru Sulawesi Utara, saya sebenarnya tidak pede. Karena berdasarkan cerita
Mbak Pipit, beliau dulu adalah ketua 1000 Guru Maluku Utara, pada waktu awal
tahun 2017 saya mendaftar ikut TNT 1000 Guru Maluku Utara, saya hampir tidak
lolos karena faktor U. Alhamdulillah atas kegigihan Mbak Pipit yang bersikeras
meloloskan saya, akhirnya saya jadi ikut TNT 1000 Guru Maluku Utara. Sukur dofu
dofu Mak Pipit.
Alhamdulillah, ketika
pengumuman tahap pertama relawan 1000 Guru Sulawesi Utara kali ini, saya
ternyata lolos. Saya belum mendapat cerita bagaimana kok akhirnya saya bisa
lolos. Apakah ada perdebatan sengit dulu diantara panitia, atau ada campur
tangan bangsa lain.
Sebenarnya ikut kegiatan ini
adalah sesuatu yang kurang kerjaan banget. Coba bayangkan, hari Jumat malam
sekitar jam sembilan harus kumpul di Lapangan Kawasan Megamas Manado. Ada
sekitar 60 relawan yang akan berangkat bareng ke Pulau Gangga. Setelah semua
berkumpul dan melakukan beberapa games untuk saling mengenal, sekitar jam 1
dini hari kita berangkat ke Pelabuhan Serei Likupang dengan menggunakan dua bis
kecil, tapi bukan Tayo.
![]() |
TNT Sulawesi Utara |
Jam empat subuh, kita sampai di Pelabuhan Serei Likupang. Sepi banget, penduduk kampung belum ada yang bangun, kapal penyeberangan juga belum ada. Hanya beberapa anjing yang melolong, mungkin kaget atau bingung melihat kedatangan rombongan kepagian. Alhamdulillah ada satu kamar mandi di mess nya BAKAMLA yang buka dan ada airnya. Sehingga kita bisa menumpang wudhu untuk solat Subuh.
Jam 08.15 WITA, kita
menyeberang dari Pelabuhan Serei Likupang menuju Pulau Gangga. Kapal yang kita
gunakan adalah kapal kayu dengan lebar 1,5 m dan panjang 10 m, bermesin tiga. Perjalanan lancar, 45 menit kemudian sampailah
di Pulau Gangga. Karena nama pulaunya Gangga, saya pikir penduduknya ada
hubungannya dengan India, ternyata tidak sama sekali.
Gangga berasal dari kata
“ake gaga”, dari bahasa Ternate, yang berarti air tawar. Luas Pulau Gangga 14.65m2, terdiri dari desa
Gangga Satu dan Gangga Dua. Mayoritas penduduk Gangga Satu beragama Nasrani,
berasal dari suku Siau dan suku Sangir dengan mata pencaharian adalah nelayan.
Sedangkan penduduk Gangga Dua berasal dari Ternate, Tidore, Sangir, dan
Minahasa. Mayoritas mereka beragama Islam. Dua desa ini hidup berdampingan
secara damai.
Lokasi mengajar kita di SD
Inpres Gangga 1 dan SD GMIM Gangga, masuk wilayah desa Gangga Satu. Bagi saya khususnya, yang nota bene selalu
berada di lingkungan muslim, kaget juga pertama kali masuk desa Gangga Satu.
Yang saya kagetkan adalah banyaknya anjing yang berkeliaran, juga celeng atau
babi hutan yang dipiara oleh penduduk. Jadi setiap kali saya berjalan, selalu
waspada. Hahahah, lucu juga.
Sabtu pagi itu, kita
bertujuh yaitu Kak Arian yang juga merupakan fasilitator ( profesional IT ), Kak Andrianus ( Bea Cukai Ternate ), Kak Angel ( dosen keperawatan ),
Kak Eka ( profesional IT ), Kak Indah ( Nestle Manado ), dan Sister Rachel ( dosen Bahasa Inggris ), mendapat tugas mengajar di kelas 6 tentang
pencernaan tubuh manusia dan bahasa Inggris. Jujur saya tidak punya pengetahuan
yang mumpuni untuk mengajar perncernaan tubuh dan bahasa Inggris. Bagian saya
hanya tepuk tangan saja. Beruntungnya di Tim Kelas 6 ada Sister Rachel, dia
adalah dosen bahasa Inggris di Universitas Sam Ratulangi yang berasal dari
Amerika, yang mengajarkan alat – alat perncernan manusia dalam bahasa Inggris
dengan begitu gamblangnya. Mungkin, malah saya yang belajar banyak hari itu.
Malamnya kita tidur di
ruangan kelas SD Inpres Gangga Satu, sambil mendengarkan suara rintik hujan.
Setelah mandi pagi ala
kadarnya karena air benar – benar terbatas, dan sarapan pagi yang mewah, kita
pun melanjutkan travelling ke Pulau Lihaga yang terletak sebelah barat Pulau
Gangga. Dengan perahu kayu yang sama, kita meyeberang ke Lihaga sekitar 1 jam. Luas
Pulau Lihaga kurang lebih 8 km2, pulau ini berpasir putih dan tidak
berpenghuni. Ketika sampai di sana, ada baliho besar warna putih dengan tulisan
warna merah berbahasa Inggris dan Cina, PRIVATE PROPERTY, NO TRESPASSING. Beberapa
turis dari Cina tampak sedang menikmati Pulau Lihaga.
![]() |
Pulau Lihaga |
Saya pikir setelah sampai di Lihaga, kita akan langsung mengeksplor pulau kecil ini. Paling butuh waktu 30 an menit untuk berjalan mengelilinginya. Tapi ternyata panitia telah menyiapkan beberapa acara dan games. Sebagai peserta acara yang baik, ya kita ikuti saja.
Di tengah games yang sedang
berlangsung, tiba – tiba cuaca sedikit mendung. Nahkoda kapal memberitahukan
sebentar lagi akan ada angin barat, menurut mereka untuk menghindari angin
barat tersebut kita harus segera meninggalkan Pulau Lihaga, kembali ke
Pelabuhan Serei. Untuk menghindari hal – hal yang tidak diinginkan, panitia
memutuskan saat itu juga meninggalkan Pulau Lihaga.
Saya jadi teringat waktu
ikut Kelas Inspirasi Halmahera Selatan #3 di Bacan. Ketika kembali dari Pulau
Nusa Ra, kapal kayu di hempas gelombang yang dahsyat disertai hujan dan angin. Cerita
tersebut bisa dibaca disini.
Sukur Alhamdulillah,
rombongan 1000 Guru Sulawesi Utara sampai di Pelabuhan Serei dengan selamat
sentosa tanpa kurang satu apapun. Tapi perjalanan belum berakhir, karena kita
harus kembali ke Manado dengan menaiki bis kecil yang ramah.
Happy anniversary 1000 Guru
Sulawesi Utara yang ke 3, semoga tetap menginspirasi anak – anak negeri di
pelosok Sulawesi Utara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar