Mudik telah usai. Yang tersisa adalah remah - remah ingatan yang tertinggal di benak kepala.
Sudah dua tahun ini, jalur mudik saya Turen - Solo sepi pemudik. Sejak di bukanya jalan tol ke arah Solo, tidak ada lagi suasana mudik seperti tahun - tahun lalu. Penjual es degan pinggir jalan di daerah Hutan Saradan dan Mantingan sepi pembeli, posko mudik mie instan sudah tidak ada lagi, SPBU yang biasanya toiletnya diantri oleh ribuan pemudik sekarang lengang, Polisi dan Pramuka sudah tidak ada lagi di pinggir jalan mengatur lalu lintas, asongan yang selalu berteriak menjajakan dagangan ditengah kemacetan sudah lenyap, tidak ada lagi bocah bocah yang mampir untuk beli layang - layang dari kain, tidak saya temui lagi penjual munyuk dipinggir hutan. Saya sih tetap setia melewati jalur biasa, karena saya adalah pengendara mobil yang tipenya suka mampir ke toliet, ke warung pinggir jalan, dan gak bisa ngebut.
Bagi mereka yang senang dengan irama hidup yang cepat, akan sangat menikmati adanya jalan tol ini. Mungkin ini imbas dari belum murahnya tiket pesawat sehingga para pemudik memanfaatkan jalur darat lewat tol. Untuk teman - teman yang tahun ini belum bisa mudik entah karena alasan apapun, semoga tahun - tahun selanjutnya dilancarkan dan dipermudah mudiknya.
Agenda mudik yang utama adalah ziarah ke makam Bapak dan Sibu ( Allahummaghfirlahum warhamhum wa'fihim wa'fuanhum ), bertemu dengan mas dan mbak sekandung bersama keluarganya dan juga bertemu keluarga besar dari jalur Bapak dan Sibu. Minimal setahun sekali kita merajut tali silaturahmi dengan kerabat yang terpisah oleh jarak dan waktu. Beruntungnya saat ini sudah ada ajang silaturahmi yang bernama Halal Bi Halal, kita tinggal datang ke acara tersebut sudah bisa ketemu dengan sanak saudara.
Mungkin bagi anak saya arti mudik adalah piknik, bisa nyetir keliling Solo, bisa keluyuran cari nasi liwet malam hari, wedangan di angkringan dengan menu go kucing dan lauk - pauk yang dibakar, mendengarkan obrolan ngalor - ngidul Pak De dan Bu De nya di depan rumah pepunden warisan Bapak dan Sibu semalam suntuk tentang jalan kecil sebelah utara rumah, tentang hantu tangan yang pernah dilihat Pak De Dowo, tentang kekonyolan waktu kecil, tentang perjuangan Bapak dan Sibu, tentang cerita Pak De Dowo waktu mondok di Gontor walaupun cuma setahun, tentang saat - saat terakhir Bapak dan Sibu.
Setiap mudik akan selalu ada cerita baru yang kita dapat. Entah tentang tetangga kita yang sudah meninggalkan kita duluan; oohh ternyata si Fulan menikah dengan itu to; ooh baru tahu rumah besar milik Pak R itu sudah kosong; loh ada hotel mau dibangun di Laweyan?; eh ada warung Saudagar Kopi di Laweyan; sayang ya rumah Bu De Warso warung legendaris masa kecil mau dijual; rumah loji itu sekarang dimiliki GG buat sarang burung walet; Alhamdulillah Si O sudah jadi juragan batik besar sekarang; Masjid Makmur dan Masjid Laweyan masih seperti dulu; Kali Ngingas semakin surut airnya.
Mudik telah usai. Yang tersisa adalah remah - remah ingatan di benak kepala.
Selamat kembali menunggu SK mutasi,
selamat menabung rindu untuk dipecah lebaran tahun depan. Insya Allah.
Superb 👍
BalasHapus
BalasHapusSelamat kembali menunggu SK mutasi,
selamat menabung rindu untuk dipecah lebaran tahun depan. Insya Allah.
Yuhu😀💪
Yuhuiiiiii
HapusLuar biasa
BalasHapusHahahah....bisa aja
Hapus