Pages

Cari

Minggu, 29 September 2019

ASPIRASI PUTIH


Ada yang pernah ikutan demo gak? 

Ketika saya kelas 2 SD, sekitar tahun 1980, ada demo anti Tionghoa di kota Solo. Mungkin tepatnya bukan demo tapi kerusuhan. Seperti biasa kalau terjadi kerusuhan seperti itu pasti ada perusakan dan penjarahan. Yang menjadi sasaran paling gampang adalah toko – toko pinggir jalan. Untuk menghindarinya para pemilik toko tersebut menulisi pintunya dengan tulisan  MILIK PRIBUMI. Untungnya para perusuh itu bukanlah warga kampung sekitar, sehingga mereka tidak tahu mana yang pribumi asli dan mana yang pribumi keturunan.

Kemudian kuliah di sebuah sekolah kedinasan milik salah satu departemen di republik +62, otomatis demo adalah sesuatu yang tidak ada di kamus kita. Di era Pak Harto, kita ngrasani Beliau aja gak berani. Gak tahu apakah karena aura Pak Harto yang begitu dahsyatnya atau kita saja yang gak tahu apa – apa. Eh maaf, bukan kita ding, tapi saya. Satu nama anak muda di masa itu yang terkenal sebagai demonstran adalah Budiman Sudjatmiko.

Mengalami demo bersejarah di tahun 1998. Pada waktu itu sudah menjadi buruh negara di Kota Malang. Karena kantor kita berada di pusat kota, dan di alun – alun Malang sudah penuh dengan massa, entah itu demonstran atau bukan, maka untuk menghindari hal – hal yang tidak baik kantor dipulangkan lebih awal. Dengan beberapa teman, saya berkeliling kota melihat demo di beberapa titik. Mendengarkan orasi, salah satu tuntutan demonstran yaitu turunkan Pak Harto. Ketika mereka pada teriak – teriak “Turunkan Pak Harto!”, kita menambahi satu tuntutan lagi “Naikkan Gaji!”. Alhamdulillah tuntutan kita tersebut dipenuhi, setelah menunggu dengan sabar selama beberapa tahun.

Dan sekarang yang lagi trending topik demo hari Selasa 24 September 2019. Di beberapa daerah ada seruan kepada para mahasiswa untuk meninggalkan kelas – kelas turun ke jalan, dan kemudian diikuti oleh para anak STM. Gegara demo ini banyak muncul poster – poster yang kata – katanya dibikin sok lucu, meme – meme sok kocak, dan Alhamdulillah pada mendadak dangdut membahas tentang KUHP. Mungkin ini yang dimaksud dengan kurikulum tematik.

Demonstrasi saat ini masanya generasi Z. Generasi yang lahir pada tahun 1995 sampai dengan 2010. Generasi yang sangat melek teknologi. Mungkin pada saat demo reformasi 1998 mereka baru lahir.

Informasi demo di masa sekarang ini sangat cepat menyebar. Kalau di 1998 kita mendapat kabar demo secara visual dari TVRI dan beberapa stasiun tv swasta saja, kalau sekarang langsung dari demonstrannya. Lewat instastory, twitter, facebook, WA grup, telegram, youtube.

Di WA grup yang saya ikuti, ada postingan yang menyuruh anaknya ikut demo. Ada yang berandai – andai kalau anaknya sudah mahasiswa pasti disuruhnya ikut demo juga, ada juga yang diam saja. Itu saya itu. Para orang tua itu adalah generasi X yang tidak pernah merasakan demo. Mereka kepingin demo tapi sudah bukan masanya, satu – satunya cara ya melalui anaknya.

Memang sebenarnya para generasi X ini punya banyak keresahan. Keresahan mereka jarang ter-ekspose karena tertimbun oleh banyaknya kebutuhan yang silih berganti. Atau juga takut, karena masih terbawa model era Orde Baru. Atau juga malu, sudah tua kok masih resah la dulu ngapain saja.

Di dunia media sosial untuk menyuarakan keresahan bisa memakai hashtag atau tagar atau pagar miring ( # ). Fungsinya untuk pengelompokan tema. Contohnya begini #nunggumutasi. Maka netizen yang mencari postingan mengenai tema tersebut dengan mudah akan menemukannya. Kalau ada puluhan ribu orang yang menggunakan hashtag tersebut maka akan menjadi trending topik. Contoh yang lain misalkan #turunkanhargatiketpesawat.

Demo adalah salah satu hak warga negara dalam kebebasan berpendapat, yang dijamin dalam Pasal 28 UUD 1945:  kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang – Undang. Diatur dalam UU No.9/1998.

Mari Cin ikut akika, demo kecyantiqan.



2 komentar: