Pages

Cari

Sabtu, 24 Oktober 2020

New Normal #2 : Semua Akan Covid Pada Waktunya?

 

New Normal #2. Foto : Dodok

Pageblug covid telah melanda negara Indonesia hampir 7 bulan. Sejak diketahui pertama kali ada yang telah terinveksi di bulan Maret 2020 hingga sampai saat ini sudah ada lebih kurang 385.000 kasus inveksi covid di Indonesia.

Menariknya, di masyarakat ada yang menanggapi beragam atas pageblug covid ini. Ada yang menganggap ini adalah murni penyakit yang melanda seluruh dunia, ada juga yang menganggap pageblug ini adalah konspirasi elit global.

Sampai saat ini vaksin ataupun obat penawar Covid19, secara resmi yang diakui oleh dunia medis masih sedang diusahakan. Sehingga penyembuhan Covid19 tergantung pada daya tahan tubuh kita masing – masing, istilah nya adalah self limiting disease.

Hari Selasa, tanggal 4 Agustus 2020 kemarin, di tempat kerja saya diadakan rapid tes masal yang diikuti seluruh pegawai baik organik maupun non organik. Rapid tes berjalan dengan sukses, tinggal menunggu hasil dari rapid tes tersebut.

Hari Rabu tanggal 5 Agustus 2020, ketika menjelang salat Zuhur, ada kiriman tulisan masuk di WA saya dari seorang teman di bagian kepegawaian. Yang langsung saya tangkap adalah kata “reaktif”. Mak tratap , detak jantung saya terdengar seperti genderang perang. Saya diminta untuk melakukan isolasi mandiri sambil menunggu jadwal swab. Seketika itu saya merasa bagaikan kuman kecil diseberang lautan yang dihindari oleh teman – teman. Hancur berkeping – keping hati saya.

Hari Kamis tanggal 6 Agustus 2020, kami berenam yang masuk kaum reaktif melakukan swab pertama. Agak deg – degan juga karena melihat alat swab yang dimasukkan ke hidung dan juga ke mulut.

Tips buat yang belum pernah swab, sudah ikuti saja arahan dari mbak atau mas yang pakai baju APD lengkap. Disuruh mendongak, ikuti saja. Tidak sampai 1 menit lubang hidung dan mulut kita merasakan benda asing yang masuk mentok. Nikmati saja.

Lima hari setelah swab pertama yaitu tanggal 10 Agustus 2020, kita diminta untuk swab ke dua meskipun belum diketahui hasil swab pertama. Karena sudah pernah, maka pelaksanaan swab ke dua sepertinya lebih pe de.

Hari Kamis pagi, 13 Agustus 2020, saya mendapat kiriman tulisan di WA saya dari teman di kepegawaian. Mak deg lagi jantung saya., terus terang saya mulai parno kalau ada notifikasi WA dari dia. Tulisannya begini “Fulan swab 1 positif.”

Perasaan saya campur aduk.

Sejak saya dinyatakan reaktif, tanggal 5 Agustus 2020 sampai dengan 13 Agustus 2020, Alhamdulillah saya tidak merasakan ada gejala demam, batuk, sesak napas, diare, panas, kelelahan, sakit kepala, kehilangan rasa atau bau, sakit tenggorokan, pilek/hidung tersumbat, mual.  Selama masa isolasi mandiri tersebut saya masih sempatkan olah raga di ruangan, berjemur, makan teratur, minum vitamin, bawang tunggal,dan madu.

Kemudian saya mencoba mengingat – ingat kapan saya mengalami beberapa gejala tersebut. Saya tracking dengan melihat catatan lari saya di aplikasi Mi Fit. Di aplikasi tersebut untuk tanggal 8 Juli 2020 sampai dengan 11 Juli 2020 tidak ada aktivitas lari pagi. Saya ingat  pernah demam tapi tidak panas tinggi, hidung pilek, kehilangan rasa bau saya pikir karena hidung sedang pilek. Tapi tidak lama, karena pada hari Minggu 12 Juli 2020 saya lari pagi sejauh 7,14 km dalam rangka ikut event virtual run. Dan setelah itu badan saya sudah normal seperti sediakala.

Ya sudah, saya pasrah saja dengan hasil swab pertama positif. Saya pun bersiap – siap pindah ke rumah isolasi.

Support dari tempat kerja sangat besar. Mereka bergerak cepat mengisi rumah isolasi dengan segala macam logistik makanan, keperluan mandi, keperluan cuci baju, setrika, kulkas, dispenser, kompor gas, camilan, teh, kopi, gula, vitamin – vitamin, madu, makan 3 kali sehari, kata – kata yang membesarkan hati saya, wis pokoknya that’s what friends are for ( mbuh arti ne opo…)

Hari Jumat tanggal 14 Agustus 2020, saya mendapat kiriman WA dari bos saya, “ Fulan swab 2 negatif. Allahu Akbar.”

Alhamdulillah……..rasanya seperti nembak cewek di bulan Juli, baru di bulan Desember dijawab iya. Mak plong.

Sesuai arahan dari Dinas Kesehatan Provinsi, saya menjalani isolasi mandiri selama 14 hari sejak pelaksanaan swab 1 tanggal 6 Agustus 2020.

Selama isolasi mandiri, kondisi saya tidak menunjukkan gejala covid 19. Isoman tersebut saya isi dengan olahraga ringan, berjemur, mencuci baju, setrika baju, menyapu, mengepel, ngobrol, intinya harus berusaha terus bergerak.

Hari Kamis tanggal 20 Agustus 2020 bertepatan dengan 1 Muharram 1442 Hijriah, berdasar Surat Keterangan Selesai Isolasi  dari Dinas Kesehatan Provinsi, dinyatakan SELESAI ISOLASI. Bebas..lepas....kutinggalkan semua beban dihatiku, melayang ku melayang......Yeahhh.

Tanggal 26 Agustus 2020, saya melakukan rapid tes untuk syarat naik pesawat, pulang dalam rangka WFHb di awal bulan September. Dengan pede-nya saya berjalan ke loket pengambilan hasil rapid. Ketika petugas loketnya bilang “ Sebentar Pak, nunggu dokternya.” Perasaan saya mulai gak enak. Hasilnya untuk IgG reaktif, IgM non reaktif. IgG itu menjelaskan bahwa infeksi yang terjadi sudah lama atau pernah terpapar Covid19, sedangkan IgM menunjukkan bahwa infeksi yang terjadi belum lama.

Sesuai prosedur mau tidak mau harus swab lagi. Alhamdulillah swab-nya gratis dari Dinkes, dengan catatan harus sabar menunggu hasilnya. Hasil dua kali swab keluar tanggal 14 September 2020 yaitu Negatif – Negatif. Alhamdulillah bisa WFHb, ketemu istri dan anak – anak setelah 3,5 bulan menjadi bujang lokal di rantau.

Untuk para perantau yang harus naik pesawat, beban tambahan yang harus dijalani adalah wajib melakukan rapid tes dengan hasil non reaktif atau swab tes dengan hasil negatif, sebagai syarat untuk bisa terbang.

Dimana harga rapid tes telah ditetapkan pemerintah sebesar Rp 150.000. Ada maskapai yang menyediakan rapid tes harganya dibawah harga yang ditetapkan pemerintah, bahkan ada yang menggratiskan rapid tes dan hasil rapid tes relatif cepat, tidak sampai 3 jam sudah ada hasilnya.

Sedangkan untuk swab, harganya masih mahal, bisa lebih mahal dari harga tiket pesawat PP, dengan hasil tes paling cepat 2 hari.

Sampai saat ini saya sudah 5 kali rapid tes dan 5 kali swab. Pada rapid tes yang pertama dan kedua masih non reaktif, tiga sisanya reaktif terus. 

Swab yang pertama positif, empat negative.

Secara de facto, di dalam darah saya sudah ada antibodi untuk melawan virus covid19. Di beberapa jurnal Kesehatan mengatakan bahwa antibodi itu bisa bertahan sampai 6 bulan ke depan. Jadi 6 bulan ke depan, setiap kali saya rapid tes dengan cara diambil darah, bisa dikatakan 99% akan reaktif terus. Secara de jure, darah saya sudah cacat administratif. Saya tidak tahu apakah boleh saya melakukan donor darah.

Ada satu lagi cara untuk pemeriksaan awal atau skrining adanya virus Covid19 dengan rapid tes antigen. Antigen adalah zat atau benda asing yang masuk ke tubuh kita. Racun, kuman, virus merupakan contoh antigen. Cara rapid tes antigen mirip dengan swab, cuma yang diambil adalah sampel lender dari hidung.

Alhamdulillah, dengan rapid tes antigen ini, hasil rapid saya adalah negatif.

Semoga saja pemerintah mengatur harga rapid tes antigen ini sama dengan harga rapid antibodi, agar masyarakat lainnya yang mempunyai kasus mirip dengan saya bisa mempunyai pilihan untuk melakukan rapid tes.

Covid ini menurut saya adalah barang gaib, kita tidak tahu keberadaannya, bisa dimana saja. Tidak seorangpun yang bisa memastikan dirinya steril dari covid. Jadi, silahkan menjalankan ritual apapun yang dipercayai bisa meminimalisir tidak terkena covid 19, misalnya minum empon – empon, mengusap dada dengan minyak kayu putih, mencampur teh hangat dengan dua tetes minyak kayu putih, berkumur dengan obat kumur, puasa sunah Senin – Kamis, solat Tahajud, berjemur di pagi hari, lari pagi, olah raga, dan lain sebagainya. Paling tidak menjaga imun kita kuat melawan Covid.

Kalau kita percaya pada semua akan tersenyum pada waktunya, bagaimana dengan semua akan covid pada waktunya ?

8 komentar: