![]() |
New Normal #2. Foto : Dodok |
Pageblug covid telah melanda
negara Indonesia hampir 7 bulan. Sejak diketahui pertama kali ada yang telah
terinveksi di bulan Maret 2020 hingga sampai saat ini sudah ada lebih kurang 385.000 kasus inveksi covid di Indonesia.
Menariknya, di masyarakat ada
yang menanggapi beragam atas pageblug covid ini. Ada yang menganggap ini adalah
murni penyakit yang melanda seluruh dunia, ada juga yang menganggap pageblug
ini adalah konspirasi elit global.
Sampai saat ini vaksin ataupun obat penawar Covid19, secara resmi yang diakui oleh dunia medis masih sedang diusahakan. Sehingga penyembuhan Covid19 tergantung pada daya tahan tubuh kita masing – masing, istilah nya adalah self limiting disease.
Hari Selasa, tanggal 4 Agustus
2020 kemarin, di tempat kerja saya diadakan rapid tes masal yang diikuti
seluruh pegawai baik organik maupun non organik. Rapid tes berjalan dengan
sukses, tinggal menunggu hasil dari rapid tes tersebut.
Hari Rabu tanggal 5 Agustus
2020, ketika menjelang salat Zuhur, ada kiriman tulisan masuk di WA saya dari
seorang teman di bagian kepegawaian. Yang langsung saya tangkap adalah kata
“reaktif”. Mak tratap , detak jantung saya terdengar seperti genderang
perang. Saya diminta untuk melakukan isolasi mandiri sambil menunggu jadwal
swab. Seketika itu saya merasa bagaikan kuman kecil diseberang lautan yang
dihindari oleh teman – teman. Hancur berkeping – keping hati saya.
Hari Kamis tanggal 6 Agustus
2020, kami berenam yang masuk kaum reaktif melakukan swab pertama. Agak deg –
degan juga karena melihat alat swab yang dimasukkan ke hidung dan juga ke
mulut.
Tips buat yang belum pernah
swab, sudah ikuti saja arahan dari mbak atau mas yang pakai baju APD lengkap.
Disuruh mendongak, ikuti saja. Tidak sampai 1 menit lubang hidung dan mulut
kita merasakan benda asing yang masuk mentok. Nikmati saja.
Lima hari setelah swab pertama
yaitu tanggal 10 Agustus 2020, kita diminta untuk swab ke dua meskipun belum
diketahui hasil swab pertama. Karena sudah pernah, maka pelaksanaan swab ke dua
sepertinya lebih pe de.
Hari Kamis pagi, 13 Agustus
2020, saya mendapat kiriman tulisan di WA saya dari teman di kepegawaian. Mak
deg lagi jantung saya., terus terang saya mulai parno kalau ada notifikasi
WA dari dia. Tulisannya begini “Fulan swab 1 positif.”
Perasaan saya campur aduk.
Sejak saya dinyatakan reaktif,
tanggal 5 Agustus 2020 sampai dengan 13 Agustus 2020, Alhamdulillah saya tidak
merasakan ada gejala demam, batuk, sesak napas, diare, panas, kelelahan, sakit
kepala, kehilangan rasa atau bau, sakit tenggorokan, pilek/hidung tersumbat,
mual. Selama masa isolasi mandiri
tersebut saya masih sempatkan olah raga di ruangan, berjemur, makan teratur,
minum vitamin, bawang tunggal,dan madu.
Kemudian saya mencoba
mengingat – ingat kapan saya mengalami beberapa gejala tersebut. Saya tracking
dengan melihat catatan lari saya di aplikasi Mi Fit. Di aplikasi tersebut untuk
tanggal 8 Juli 2020 sampai dengan 11 Juli 2020 tidak ada aktivitas lari pagi. Saya
ingat pernah demam tapi tidak panas tinggi,
hidung pilek, kehilangan rasa bau saya pikir karena hidung sedang pilek. Tapi
tidak lama, karena pada hari Minggu 12 Juli 2020 saya lari pagi sejauh 7,14 km
dalam rangka ikut event virtual run. Dan setelah itu badan saya sudah normal
seperti sediakala.
Ya sudah, saya pasrah saja
dengan hasil swab pertama positif. Saya pun bersiap – siap pindah ke rumah isolasi.
Support dari tempat kerja sangat
besar. Mereka bergerak cepat mengisi rumah isolasi dengan segala macam logistik
makanan, keperluan mandi, keperluan cuci baju, setrika, kulkas, dispenser,
kompor gas, camilan, teh, kopi, gula, vitamin – vitamin, madu, makan 3 kali
sehari, kata – kata yang membesarkan hati saya, wis pokoknya that’s what
friends are for ( mbuh arti ne opo…)
Hari Jumat tanggal 14 Agustus
2020, saya mendapat kiriman WA dari bos saya, “ Fulan swab 2 negatif. Allahu
Akbar.”
Alhamdulillah……..rasanya
seperti nembak cewek di bulan Juli, baru di bulan Desember dijawab iya. Mak
plong.
Sesuai arahan dari Dinas
Kesehatan Provinsi, saya menjalani isolasi mandiri selama 14 hari sejak
pelaksanaan swab 1 tanggal 6 Agustus 2020.
Selama isolasi mandiri,
kondisi saya tidak menunjukkan gejala covid 19. Isoman tersebut saya isi
dengan olahraga ringan, berjemur, mencuci baju, setrika baju, menyapu,
mengepel, ngobrol, intinya harus berusaha terus bergerak.
Hari Kamis tanggal 20 Agustus 2020
bertepatan dengan 1 Muharram 1442 Hijriah, berdasar Surat Keterangan Selesai
Isolasi dari Dinas Kesehatan Provinsi, dinyatakan
SELESAI ISOLASI. Bebas..lepas....kutinggalkan semua beban dihatiku, melayang ku melayang......Yeahhh.
Tanggal 26 Agustus 2020, saya
melakukan rapid tes untuk syarat naik pesawat, pulang dalam rangka WFHb di awal
bulan September. Dengan pede-nya saya berjalan ke loket pengambilan hasil
rapid. Ketika petugas loketnya bilang “ Sebentar Pak, nunggu dokternya.”
Perasaan saya mulai gak enak. Hasilnya untuk IgG reaktif, IgM non reaktif. IgG
itu menjelaskan bahwa infeksi yang terjadi sudah lama atau pernah terpapar
Covid19, sedangkan IgM menunjukkan bahwa infeksi yang terjadi belum lama.
Sesuai prosedur mau tidak mau
harus swab lagi. Alhamdulillah swab-nya gratis dari Dinkes, dengan catatan
harus sabar menunggu hasilnya. Hasil dua kali swab keluar tanggal 14 September
2020 yaitu Negatif – Negatif. Alhamdulillah bisa WFHb, ketemu istri dan anak –
anak setelah 3,5 bulan menjadi bujang lokal di rantau.
Untuk para perantau yang harus
naik pesawat, beban tambahan yang harus dijalani adalah wajib melakukan rapid tes
dengan hasil non reaktif atau swab tes dengan hasil negatif, sebagai syarat
untuk bisa terbang.
Dimana harga rapid tes telah
ditetapkan pemerintah sebesar Rp 150.000. Ada maskapai yang menyediakan rapid tes
harganya dibawah harga yang ditetapkan pemerintah, bahkan ada yang
menggratiskan rapid tes dan hasil rapid tes relatif cepat, tidak sampai 3 jam
sudah ada hasilnya.
Sedangkan untuk swab, harganya
masih mahal, bisa lebih mahal dari harga tiket pesawat PP, dengan hasil tes
paling cepat 2 hari.
Sampai saat ini saya sudah 5 kali
rapid tes dan 5 kali swab. Pada rapid tes yang pertama dan kedua masih non
reaktif, tiga sisanya reaktif terus.
Swab yang pertama positif,
empat negative.
Secara de facto, di
dalam darah saya sudah ada antibodi untuk melawan virus covid19. Di beberapa
jurnal Kesehatan mengatakan bahwa antibodi itu bisa bertahan sampai 6 bulan ke
depan. Jadi 6 bulan ke depan, setiap kali saya rapid tes dengan cara diambil
darah, bisa dikatakan 99% akan reaktif terus. Secara de jure, darah saya
sudah cacat administratif. Saya tidak tahu apakah boleh saya melakukan donor darah.
Ada satu lagi cara untuk pemeriksaan
awal atau skrining adanya virus Covid19 dengan rapid tes antigen. Antigen
adalah zat atau benda asing yang masuk ke tubuh kita. Racun, kuman, virus merupakan
contoh antigen. Cara rapid tes antigen mirip dengan swab, cuma yang diambil
adalah sampel lender dari hidung.
Alhamdulillah, dengan rapid
tes antigen ini, hasil rapid saya adalah negatif.
Semoga saja pemerintah
mengatur harga rapid tes antigen ini sama dengan harga rapid antibodi, agar
masyarakat lainnya yang mempunyai kasus mirip dengan saya bisa mempunyai
pilihan untuk melakukan rapid tes.
Covid ini menurut saya adalah
barang gaib, kita tidak tahu keberadaannya, bisa dimana saja. Tidak seorangpun
yang bisa memastikan dirinya steril dari covid. Jadi, silahkan menjalankan
ritual apapun yang dipercayai bisa meminimalisir tidak terkena covid 19,
misalnya minum empon – empon, mengusap dada dengan minyak kayu putih, mencampur
teh hangat dengan dua tetes minyak kayu putih, berkumur dengan obat kumur,
puasa sunah Senin – Kamis, solat Tahajud, berjemur di pagi hari, lari pagi, olah
raga, dan lain sebagainya. Paling tidak menjaga imun kita kuat melawan Covid.
Kalau kita percaya pada semua
akan tersenyum pada waktunya, bagaimana dengan semua akan covid pada
waktunya ?
Semangat be 🤩
BalasHapusSiapppp Meggg
HapusGimana rasanya teh minyak kayu putih qiqiqi
BalasHapusBelum pernah ya? Semriwing
HapusMinyak kayu putih kok diminum🥺
BalasHapusHahahah....setetes dua tetes aja.
HapusCatatan warbyazah, banyak ilmu percopetan eh perCovid-an yang bisa dijadikan pembelajaran, suwun mas kumendan.
BalasHapusMatur suwun sudah mampir suhu Yamadipati
Hapus