Pages

Cari

Rabu, 29 Juni 2022

TRAGEDI BATAVIA 1629 : JURNAL TRAGEDI YANG TERSIMPAN RAPI

Gunung Wilis dari  GSH Kediri

Saya mengenal Mas Ady Setyawan dari pertemanan di Instagram awal tahun 2022. Kalau tidak salah karena Mas Ady sering posting tentang sejarah, sesuatu yang saya minati juga meskipun tidak semumpuni Mas Ady.. 

Nama akun instagramnya adalah adysetawan1403. Di akun tersebut Mas Ady menuliskan di bionya sebagai military history writer and researcher. 

Pada suatu saat, Mas Ady posting pre order bukunya terbaru yang berjudul Tragedi Batavia 1629. Dari judulnya saja, menurut saya sangat membuat penasaran. Langsung saya DM Mas Ady, pesan satu. 

Sampul bukunya bergambar sebuah kapal kayu dengan satu layar kecil dibelakang, dua layar besar di tengah, dua layar kecil di depan yang terkembang semuanya. Diatas setiap tiang kapal ada bendera dengan warna Merah Putih Biru. Kapal tersebut sepertinya sedang berada di lautan lepas dengan ombak berwarna hijau muda yang menjulang-julang. Latar belakang dari kapal tersebut adalah sebuah tengkorak berwarna putih yang gumpil di bagian atasnya.

Judul buku Tragedi Batavia 1629 berwarna putih diletakkan dibawah gambar kapar layar tersebut.

Halaman pertama buku itu ada tulisan tangan dengan pena warna biru yang bertuliskan, “untuk kawan saya Mas Mochammad Arif Wibowo, selamat membaca.” Dibawah tulisan tersebut ada tanda tangan penulisnya. 

Jujur, pada waktu pre order buku ini, saya pikir buku ini bercerita tentang sesuatu yang terjadi di Kota Batavia di tahun 1629. Ternyata … 

Di buku ini, Mas Ady menceritakan perjalanan kapal yang bernama Batavia yang diberangkatkan oleh Perserikatan Maskapai Hindia Timur yang terkenal dengan nama Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) dari negeri Belanda menuju ke kota Batavia di Hindia Timur yang sekarang dikenal sebagai Jakarta, pada tanggal 27 Oktober 1628. 

Misi utama Batavia adalah mencari rempah-rempah ke negeri penghasil rempah terbesar di dunia pada saat itu, yaitu di Nusantara. 

Komandan kapal tersebut sekaligus sebagai perwakilan utama VOC adalah Francisco Pelsaert dan sebagai nahkoda adalah Ariaen Jacobsz, Keduanya pernah bertemu dan berseteru di Surat, India. Sedangkan Jeronimus Cornelisz sebagai orang kedua dari perwakilan VOC. 

Ditengah perjalanan, Ariaen Jacobsz Bersama dengan Jeronimus Cornelisz mempunyai niat jahat melakukan pemberontakan kepada sang komandan yaitu Francisco Pelsaert. Mereka berdua menyusun kekuatan dengan mempengaruhi orang-orang yang pada dasarnya adalah pemberontak. 

Sebagian besar orang-orang yang mendaftar sebagai pegawai VOC adalah orang-orang yang putus asa dan bermasalah. Tidak ada ujian dan pesyaratan apapun dalam proses perekrutannya. 

Mereka para pemberontak berangan-angan, dengan bisa menguasai Batavia, maka mereka akan mendapatkan muatan kapal yang berisi pakaian bagus, anggur terbaik, barang-barang dagangan, 12 peti koin perak dengan total 250.00 gulden dan sebuah peti perhiasan yang tidak ternilai harganya. 

Pada tanggal 4 Juni 1629, Batavia menabrak jajaran karang di Pulau Beacon Australia. Batavia terdampar diatas karang yang tajam dan melaju dengan kecepatan penuh. 

Pada tanggal 6 Juni 1629 Pelsaert sebagai komandan Batavia memutuskan akan mencari bantuan ke Jawa, dengan menaiki sebuah perahu bersama 40 orang. Ada sekitar 250 orang yang ditinggalkan di Pulau Beacon. 

Sejak Pelsaert bertolak ke Jawa untuk mencari pertolongan, teror kematian yang kejam di Pulau Beacon dimulai. Para pemberontak yang dipimpin oleh  Jeronimus Cornelisz memberlakukan hukum semaunya sendiri.

Dengan alasan yang diada-adakan, tanpa bukti, kaum pemberontak membunuh orang-orang yang tidak disukai dengan berbagai cara. Ada yang ditenggelamkan, dihunus dengan pedang, dicekik, dan sebagainya. Tidak saja laki-laki dewasa yang dibunuh, bahkan perempuan dan anak-anak pun tak luput dari kekejaman pemberontak. 

Akhir bulan Juni 1629, rombongan Pelsaert tiba di kota Batavia. Beberapa hari kemudian Pelsaert menghadap kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada saat itu yaitu Jan Pietersz Coen untuk melaporkan kejadian yang dialaminya dan meminta bantuan. 

Mas Ady dengan latar belakang Pendidikan tukang ingsinyur lulusan ITS, telah melakukan riset selama 3 bulan dan melihat secara langsung bangkai kapal di Museum Western Australia Maritime di Frematle Australia. 

Menurut saya yang menarik adalah bagaimana di tahun 1600 an, bangsa Belanda sudah melakukan pencatatan jurnal atas perjalanan dan tersimpan rapi. Tahun 1647, terbit jurnal perjalanan tersebut yang ditulis oleh Pelsaert. 

Buku ini memberikan pengalaman batin baru, bagaimana kehidupan diatas kapal yang berisi orang-orang dengan berbagai macam latar belakang 

Tidak akan butuh waktu banyak untuk mengetahui akhir cerita Batavia, karena buku ini terdiri dari 216 halaman. Mungkin malah lebih banyak waktu kita untuk membaca status WA dari lingkaran pertemanan kita, atau membaca caption-caption di Instagram. 

Selamat berimajinasi diatas kapal Batavia. 

Grand Surya Kediri, 28 Juni 2022.

NB : foto diatas hanya sebagai hiasan belaka.